Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md
Pendidik Generasi Khoiru Ummah, Member AMK
Di tengah buruknya penanganan pandemik dan belum melandainya kurva pandemik, pemerintah dan semua pihak bersikukuh tetap menyelenggarakan Pilkada serentak 2020.
Pemerintah, DPR dan penyelenggara Pemilu sepakat menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020, sebagaimana mengacu pada Peraturan Perundang-undangan Nomor 2 Tahun 2020. Awalnya Pilkada 2020 akan diselenggarakan pada 23 September 2020 di 270 daerah dari tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, akan tetapi ditunda hingga 9 Desember 2020, dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19. (suara.com, 29/6/2020)
Baca Juga:Bansos Jabar Bergerak untuk Kecamatan Subang, Cibogo dan Cijambe Segera Disalurkan1.330 Peserta Ikut UTBK di UPI Kampus Purwakarta
Pandemik ini belum bisa dipastikan kapan berakhir. Sedangkan kurva jumlah kasus Covid-19 sampai saat ini belum melandai, bahkan ada beberapa daerah yang masih dinyatakan sebagai zona merah. Tentu hal ini akan memiliki risiko penyebaran virus, tidak ada yang bisa menjamin bahwa semua unsur yang terlibat dalam proses pilkada serentak ini tidak akan terpapar virus Covid-19.
Persiapan pelaksanaan pilkada serentak ini juga dinilai belum cukup matang, karena disiapkan secara singkat dan terburu-buru, terutama soal anggaran. Pelaksanaan seluruh tahapan pilkada yang harus menerapkan protokol pencegahan Covid-19 membutuhkan tambahan anggaran yang tidak sedikit, antara lain untuk pengadaan alat pelindung diri (APD), perlengkapan protokol pencegahan Covid-19 di tempat pemungutan suara (TPS), seperti masker, sarung tangan, hand sanitizer, sarana cuci tangan, cairan disinfektan, termometer, dan lain-lain. Ditambah lagi penambahan jumlah TPS.
Pilkada yang dilaksanakan di tengah pandemik ini tentu akan berpengaruh pada partisipasi politik masyarakat untuk datang ke TPS, karena dibayangi rasa takut akan Covid-19. Hal itu dapat berpotensi menyebabkan tingginya tren golput, mengingat dalam kondisi normal saja angka golput tidak bisa dihindari. Akibatnya bisa meningkatkan politik transaksional yang menjelma menjadi bantuan sosial Covid-19. Para oknum akan memanfaatkan situasi ekonomi masyarakat yang melemah akibat pandemik untuk mendapatkan dukungan pemilih.
Pilkada bukanlah isu utama yang menjadi perhatian publik saat ini. Kualitas dan integritas calon pemimpin yang luput dari penilaian dan evaluasi publik, akan berpengaruh pada legitimasi pemimpin yang dilahirkan nanti.
Pemilihan pemimpin dalam Islam lebih praktis dan murah. Pertama pemilihan seorang Khalifah, metode pengangkatannya adalah dengan baiat. Adapun tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut: