oleh: Fauzan Rafi
hanya siswa tanpa ada maha didepannya
Sudah hampir lima bulan negara kita tercinta di-lurug virus dengan jenis SARS-Cov-2 yang dinamai Covid-19 (Corona Virus Disease), sejak awal maret lalu pemerintah mengumumkan adanya kasus pasien positif Covid-19, namun kata pakar Epideminologi salah satu universitas ternama di Indonesia menyebutkan bahwa virus itu masuk ke negara demokratis kita:Indonesia sejak awal Januari.
Sejak kasus pertama diumumkan oleh pemerintah kita tersayang hingga sekarang angkanya terus melonjak;kasus terkonfirmasi sekitar dua puluh tiga ribu;sekitar seribu lebih nyawa melayang;enam belas ribu lebih dirawat;dan enam ribu lebih dinyatakan sembuh. Sebagai seorang muslim yang tidak begitu islam, saya ketakutan, saya bertanya kepada Tuhan, ada apa ini Tuhan? Apakah ini azab-Mu?, saya menyalahkan Cina, saya menyalahkan pelancong dari luar negeri, saya menyalahkan pemerintah, tapi ya saya masih takut menyalahkan Yang Di Atas, saya cuma bertanya kepada-Nya dalam hati dengan sedikit logat-logat orang protes.
Setiap kali saya membaca berita atau menonton tv pasti isinya covid, covid lagi, covid lagi. Tapi saya menemukan beberapa berita berbeda, walaupun ujung-ujungnya covid lagi. Ya, seperti kebijakan PSBB yang membekukan seluruh kegiatan masyarakat, perdagangan berhenti, tempat wisata ditutup, kartu prakerja yang ndagel serta larangan mudik dari RI 1 langsung. Penyebabnya apa? Ya Corona.
Baca Juga:Tambah Enam Orang, 78 Orang Positif Covid-19 di Kabupaten SubangKetua Umum TMP Kembali Salurkan Bantuan, Narca Sukanda : Saya Apresiasi
Dari berita-berita tersebut ada hal baru, eh, sudah lama cuma “baru” ketahuan saja. Seperti penuturan dari Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) bahwa data penerima bantuan sosial sangat kacau, terutama di Jakarta kota kebanggaan negara ini. Kata beliau datanya itu ngawur. gimana ngga ngawur lha wong anggota DPRD aja ada yang dikira butuh bantuan.
Dari berita tersebut saya menarik sedikit kesimpulan, wong daerah sekelas Jakarta aja ngawur apa lagi daerah lainnya yang tidak menyandang gelar metropolitan. Maksud saya, soal pencatatan penduduk kurang mampu itu, jangan-jangan angka yang selama ini ada dimana-mana, diberitakan turun itu tidak benar-benar presisi, masih banyak distorsi, masih banyak rakyat kurang mampu hidup di negara kita ini, yang padahal belum lama ini disebut negara maju oleh salah satu genthone Amerika.