Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.I
Pendidik Generasi Khoiru Ummah dan Member AMK
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mendesak Kemendikbud mengembalikan tunjangan profesi guru di satuan pendidikan kerjasama (SPK) yang sempat dihapus oleh peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 6 tahun 2020.
“Peraturan ini membuat resah para guru sertifikasi di SPK, kita harus kembalikan sesuai amanah Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang guru dan dosen,” kata Fikri di sela kunjungannya di Kota Tegal.(SerambiNews.com, 17/07/2020)
Komentar Politik:
Baca Juga:Job Menteri Yang TertukarPickup Seruduk Kontainer di Jalur Pantura, Tiga Warga Indramayu Meninggal
Menjadi pendidik generasi bukanlah sesuatu yang mudah, Karena ditangan para guru lah sebenernya kualitas generasi dipertaruhkan meski tidak bisa dipungkiri, kurikulum pendidikan berperan besar terhadap proses pendidikan, akan tetapi keseriusan proses mendidik yang diberikan seorang guru adalah kunci keberhasilan pendidikan generasi,
Karenanya sebagai wujud apresiasi atas kemuliaan mereka, sudah selayaknyalah diberikan penghargaan baik moral dan penghargaan secara material untuk menjamin kesejahteraan para guru. Namun sungguh miris dan prihatin manakala pada faktanya kini tunjangan profesi guru yang sudah diberikan kini akan dihapuskan.
Dampak pamdemi memang berimbas pada semua aspek, termasuk ekonomi, namun alasan pemotongan tunjangan profesi guru, terlebih di tengah pandemi dan krisis ekonomi yang kian parah, jelas merupakan bentuk kezalim.
Sebetulnya penghapusan tunjangan tersebut tak seharusnya terjadi, karena Indonesia sendiri merupakan negeri yang kaya akan Sumber Daya Alam. SDA yang melimpah ruah ini jika dikelola dengan baik oleh negara, maka pasti sejahteralah rakyat Indonesia, termasuk para guru sang pahlawan bangsa. Namun kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah ternyata tidak berkorelasi dengan kesejahteraan guru kita.
Memang, karena kekayaan yang melimpah ternyata tidak dikelola oleh negara secara mandiri untuk dikembalikan kepada rakyat. Sebaliknya, kekayaan itu sebagian besar justru dikuasai asing dan segelintir konglomerat Indonesia. Sekali lagi rakyat menggigit jari. Inilah nasib negeri yang berpijak kepada kapitalisme, dan menjadikan sistem rusak ini sebagai acuan dalam mengelola negeri.
Walhasil, yang seharusnya negeri ini bisa maju, berdaulat, sejahtera dan mampu memakmurkan seluruh rakyat Indonesia termasuk menjamin kesejahteraan para guru. Namun, faktanya akibat pengelolaan negara dengan sistem kapitalisme negeri ini miskin papa. Bahkan untuk membiayai negara harus berutang dan mengambil pajak dari rakyat.