Oleh : Irianti Aminatun
Ketertarikan pada lawan jenis merupakan perkara alami yang terjadi pada manusia. Sebab ketika Allah SWT menciptakan manusia, Allah juga menyertakan berbagai potensi kehidupan berupa naluri-naluri dan kebutuhan fisik. Diantara naluri tersebut adalah naluri melestarikan keturunan. Salah satu perwujudan dari naluri ini adalah tertarik kepada lawan jenis.
Meski ketertarikan pada lawan jenis ini alami tapi jika pemenuhannya dibiarkan bebas atau berdasar aturan yang keliru maka malapetaka lah yang akan terjadi. Malapetaka ini bukan hanya menimpa pelakunya tapi juga kerusakan di tengah masyarakat.
Dilansir dari situs idntimes.com pada Rabu 22 Juli 2020, mempublikasikan 240 siswa SMA di Kabupaten Jepara, berbondong-bondong mengajukan permohonan dispensasi nikah selama periode Januari-Juni 2020. Mereka kedapatan hamil di luar nikah sehingga menikah menjadi jalan satu-satunya untuk menutupi aib tersebut.
Baca Juga:Wakil Ketua DPRD Purwakarta Positif Covid-19, Puluhan Anggota Dewan dan Staf Sekwan Harus DiisolasiProduksi Kopi Melimpah di Kabupaten Bandung Barat
Fakta ini hanya sebagian kecil kasus zina yang muncul dipermukaan. Situs seputarpapua.com pada Kamis 8 agustus 2020 mengangkat hasil riset HonestDocs yang menyebutkan bahwa angka kehamilan remaja Indonesia di luar nikah meningkat lebih dari 500 kasus setiap tahun. Di Yogyakarta, seperti dilansir republika.co.id, Ahad 1 Desember 2019, pada 2018 ada sekitar 240 kasus remaja hamil diluar nikah. Dan pada Januari-Juni 2019 kasus serupa mencapai 74 kasus.
Ini hanyalah fenomena gunung es yg terliput media. Kasus yang tidak terliput media tentu lebih banyak lagi. Belum lagi ditambah kasus zina yang tanpa kehamilan, atau penzina yang bukan remaja, tentu akan lebih banyak lagi.
Maraknya perzinahan tidak lepas dari sistem demokrasi sekuler yang dianut negeri ini yang menjamin kebebasan berprilaku selama tidak merugikan orang lain. Ditambah dengan aturan yang membuat zina semakin merajalela. Aturan tersebut diantaranya adalah:
Pertama. Naiknya batas minimum perempuan untuk menikah dari 16 tahun menjadi 19 tahun dalam upaya untuk mengekang perkawinan anak. Peraturan ini justru memberi kesempatan bagi perempuan yang seharusnya sudah siap menikah jadi menundanya karena terbentur peraturan. Akhirnya banyak yang pacaran dan berlanjut pada perzinahan.
Kedua. Tidak ada larangan zina jika dilakukan suka sama suka dengan alasan tidak ada pihak yang dirugikan. Di dalam KUHP Bab XIV Kejahatan Terhadap Kesusilaan, Pasal 284-289 Tentang Kriteria Senggama yang Legal dijelaskan bahwa senggama diperbolehkan jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi.