Oleh: Kanti Rahmillah, M.Si
Pembangunan infrastruktur yang di gadang-gadang mampu meningkatkan investasi, nyatanya mangkrak di telan covid-19. Megahnya infrastruktur perkotaan telah mengerdilkan makna pemerataan.
Infrastruktur pedesaan yang minim dari perhatian adalah bentuk kegagalan kapitalisme dalam memberikan rasa keadilan. Pun permasalahan pelik pendidikan yang merupakan salah satu sektor kunci dalam menentukan nasib bangsa kedepan, tak kunjung usai.
Pembangunan infrastruktur yang jor-joran ternyata bukan diperuntukan bagi rakyat mayoritas. Buktinya, pembangunannya tidak memberikan daya dukung terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Termasuk pembelajaran jarak jauh yang menuntut sarana telekomunikasi dan ketersediaan jaringan.
Sarana dan Prasarana Buruk Melahirkan Kegagalan PJJ
Baca Juga:Sistem Kapitalis Memikat di Tengah Kemiskinan yang MeningkatDenda Masker Tinggal Dijalankan, Tunggu Instruksi Gubernur Jabar
Sarana dan prasarana untuk memenuhi syarat bagi proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak memadai. Banyak dari masyarakat Indonesia terutama di pedesaan yang tidak memiliki HP android sebagai media dalam penyampai pesan guru pada muridnya. Jika pun ada, mereka mengeluhkan biaya pulsa yang mahal lantaran setiap hari harus online.
Belum lagi ketersediaan jaringan yang berpusat diperkotaan. Sehingga pembelajaran daring sangat sulit dilakukan di pelosok. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia bermukim di pedesaan. Itu artinya, siswa yang kesulitan dalam mengakses pendidikan pun adalah mayoritas.
Perekonomian yang carut marut ditambah implementasi kebijakan bansos yang buruk, telah menambah penderitaan masyarakat kurang mampu. Seperti yang dilansir oleh situs lokal pasundan ekspres, pada tanggal 23 Juli 2020. Penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) berlomba membeli ponsel android untuk sarana anak-anak mereka dalam bersekolah.
Bukan berarti para penerima bantuan itu tak membutuhkan BST untuk keperluan dasar mereka, seperti pangan. Namun, kebutuhan agar pembelajaran anak-anaknya bisa berjalan pun adalah sebuah kebutuhan dasar. Akhirnya, ketersediaan pangan untuk keluarga ala kadarnya. Tanpa memperhatikan gizi seimbang yang dapat membantu imunitas tubuhnya. Yang penting bisa menyambung hidup dan tak mati kelaparan.
Sarana dan prasarana yang tidak memadai melahirkan kegagalan dalam menyelesaikan problematika PJJ. Sehingga pembelajaran daring ini di nilai oleh para pakar tak efektif. Selain karena membebani orang tua lantaran harus keluar dana untuk membeli kuota. Juga karena kurikulim pendidikan negeri ini yang hanya berorientasi pada akedemik.