Oleh: Tawati
(Muslimah Revowriter dan Member WCWH Majalengka)
Kementerian Sosial RI melalui Ditjen Pemberdayaan Sosial memiliki cara untuk mengatasi angka kemiskinan di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Majalengka. Hal itu terungkap dalam kegiatan Sosialisasi Kewirusahaan Sosial yang digelar di aula Dinas Sosial, Jumat (17/7/2020).
Direktur Jendral Pemberdayaan Sosial, Edi Suharto mengatakan melalui program kewirausahaan sosial, pihaknya meyakinkan angka kemiskinan akan berangsur turun. Ada tiga model kewirausahaan sosial, yaitu model pembibitan, yang mana kita akan beri modal usaha, lalu bimbingan teknis dan bisnis dan pendampingan sosial. Ada juga model mentoring yang mana masyarakat akan diberi modal usaha. Lalu, mereka akan didampingi secara ketat oleh pengusaha yang sudah sukses.
“Yang terakhir, model inkubasi, jadi ada off taker, ada pengusaha yang sudah relatif maju, dikaitkan dengan pengusaha yang sudah besar, sehingga pemasarannya, produksinya bisa diserap secara langsung oleh masyarakat yang mulai merintis melalui program kewirausahaan sosial,” jelas Edi. (Tribun Cirebon, 17/7/2020)
Baca Juga:Denda Masker Tinggal Dijalankan, Tunggu Instruksi Gubernur JabarTutup Tiga Tambang Pasir Ilegal di Desa Cidadap, Wagub Jabar Minta Segera Urus Perizinan
Pemberian program kewirausahaan untuk mengatasi kemiskinan bukanlah hal baru. Namun tak kunjung mengurangi angka kemiskinan. Menurut data yang disampaikan Bupati Majalengka beberapa waktu lalu, Kabupaten Majalengka memiliki angka kemiskinan dengan jumlah 9,80 persen dari jumlah penduduk. Angka itu masih tergolong tinggi bagi kabupaten yang memiliki jumlah penduduk kurang lebih 1 juta jiwa tersebut.
Akar persoalan dari kemiskinan sesungguhnya adalah penerapan sistem kapitalis liberal yang hanya berpihak pada pemilik modal sehingga kemiskinan seperti siklus lingkaran yang tak pernah akan selesai selama sistem ini masih diterapkan. Problem kemiskinan sejatinya adalah problem sistemik bukan sekadar individual. Solusinya pun harus berupa solusi sistemik, bukan solusi individual.
Demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan kepemilikan (liberalisasi ekonomi) pada faktanya telah melahirkan kemiskinan sistematik. Liberalisasi pengelolaan sumber daya alam adalah salah satunya. Sebagaimana kita ketahui, kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah ternyata tak bisa dirasakan kemanfaatannya oleh rakyat sepenuhnya.
Sumber daya alam (SDA) yang sejatinya adalah bentuk kepemilikan umum ternyata telah beralih kepada negara yang berkolaborasi dengan para pengusaha baik asing maupun lokal. Padahal sejatinya, sumber daya alam adalah milik umum yang pengelolaannya seharusnya dapat dimanfaatkan bagi seluruh rakyat Indonesia.