Saya tidak bisa membayangkan apakah orang seperti keluarga Wardah sampai hati untuk goreng-goreng saham. Atau akuisisi sini akuisisi sana. Kalau perlu secara curang –yang penting harga saham naik terus. Saya juga tidak bisa membayangkan apakah Nurhayati tega sengaja menjatuhkan harga saham untuk menipu publik.
Dan lagi Wardah tidak perlu tambahan modal. Pertempurannya dengan produk global tidak memaksanyi mencari pinjaman bank. Atau mencari uang ke pasar modal.
Bahkan di tengah pertempuran itu, 2017, Wardah melunasi semua utangnya. Yang sempat sampai Rp 300 miliar. “Utang bisa membuat ketagihan. Kalau tidak dilunasi tidak bisa berhenti,” katanyi.
Baca Juga:Industri Manufaktur Lesu, Pemprov Gandeng OJKDisnakertrans Jabar Lakukan Koordinasi untuk Bantuan bagi Kayawan yang Gajinya di Bawah Rp 5 Juta
Bahkan Wardah juga ingin memperkokoh modal. Agar perusahaan nasional ini bisa bertahan kokoh terhadap serangan global. Modal yang sedang dibentuk adalah tabungan yang harus cukup untuk membiayai perusahaan selama 1 tahun. Maksudnyi: kalau pun ada bencana atau pandemi selama satu tahun Wardah tetap bisa bertahan. Tanpa jual aset, tanpa cari pinjaman dan tanpa jual saham.
Pinjaman dan saham adalah pintu dan jendela masuknya global ke perusahaan. Dengan perjuangan seperti itu sangat pantas Nurhayati mendapat gelar doktor dari ITB. Apalagi Nurhayati sendiri lulusan ITB –farmasi. Suaminyi juga lulusan ITB –teknik mesin. Dua anaknyi lulusan ITB. Empat kakaknyi lulusan ITB. Nikmat apalagi yang masih harus didustakan.
Dua tahun tidak bertemu bu Nurhayati begitu banyak yang berubah di Wardah. Struktur perusahaan pun sudah berubah. Sejak tahun lalu sudah dibentuk holding company –tanpa mengubah struktur kepemilikan.
Posisi Dr Nurhayati sendiri tidak lagi direktur utama. Jabatannyi sekarang adalah Presiden Komisaris. Baik di holding maupun di anak perusahaan. Sang suami menjabat komisaris. Sedang direksi sudah beralih ke anak-anaknyi.
Regenerasi itu dilakukan justru ketika Wardah masih kuat –secara perusahaan maupun fisik orang tua mereka: Ir Nurhayati dan Ir Subakat. Dan Nurhayati sendiri juga berubah: lebih seger, lebih muda, dan lebih modis.(Dahlan Iskan)