Tani Komunal

Tani Komunal
0 Komentar

Alangkah hebatnya kalau petani dalam satu hamparan itu bersatu. Tidak usah mengerjakan sendiri-sendiri. Sebaiknya setiap komunal itu luas hamparannya minimal 300 hektare. Kalau bisa lebih luas dari itu.

Tentu, sekarang ini, satu hamparan seluas 300 hektare itu dimiliki sekitar 500 petani. Maka 500-an petani itulah yang harus bersatu dalam satu kelompok tani.

Kelompok tani itu menyusun pengurus. Pengurus itu bertindak sebagai semacam dewan komisaris. ‘Dewan komisaris’ itu lantas mencari ‘direktur utama’ yang akan diserahi menggarap lahan komunal. Dengan target-target yang ditentukan.

Baca Juga:Dua Lembaga Sepakati Akselerasi EkonomiSebar Puluhan Laboratorium untuk Pelacakan

Salah satu terobosan yang harus dilakukan adalah membuang galengan pembatas sawah. Dengan demikian lahan seluas 300 hektare itu tanpa galengan sama sekali.

Tentu membuang galengan ini sangat sensitif. Lebih sensitif dari Rocky Gerung. Tapi itulah yang disebut terobosan. Harus ada perubahan besar.

Galengan itu kita ubah secara mendasar: menjadi titik-titik kordinat. Galengannya disimpan di komputer atau di HP. Tidak lagi di atas sawah. Juga disimpan di komputernya kantor agraria.

Dalam perjalanannya, kalau ada petani yang ingin menjual sawah, mereka hanya menjual titik kordinat.

Dengan hilangnya galengan di hamparan 300 hektare itu maka pengerjaan sawahnya bisa full mekanisasi. Mulai dari pengolahan lahan, penanaman sampai panennya.

Tugas pemerintah pusat hanya menjadi penggerak. Dengan cara mengadakan semacam lomba antar bupati: siapa yang mau ikut program ini.

Artinya, pemerintah pusat mencari siapa bupati yang tertarik menyukseskan program ini. Tanpa lewat instruksi dari atas –yang biasanya kurang sukses.

Baca Juga:Disparbur Jabar Geliatkan Bisnis Travel Umrah via Bandara KertajatiPenutupan Gedung Sate Diperpanjang, 40 ASN yang Terpapar Dinyatakan Sembuh

Yang dicari adalah satu bupati yang punya sikap optimistis bisa meyakinkan petani di satu hamparan. Untuk bisa berubah menjadi petani komunal.

‘Lomba’ ini untuk tahun pertama sebaiknya hanya dilakukan di lima provinsi penghasil padi: Jabar, Jateng, Jatim, Bali, dan Sulsel. Di satu provinsi cukup ada satu kabupaten yang menjadi pemenang.

Pemerintah pusat menyediakan semacam ‘hadiah’. Traktor, pupuk, mesin panen, fasilitas kredit untuk cost of living bagi petani pemilik sawah. Petani mendapat uang muka senilai hasil panen di tahun sebelumnya.

Kalau hasil pertanian komunal itu ternyata lebih besar, petani masih mendapat tambahan pendapatan lagi.

0 Komentar