Oleh : Irianti Aminatun
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal kedua minus 5,32%. Ini menggambarkan bahwa ekonomi Indonesia berada diambang resesi. Resesi yang melanda sebuah negara, ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan, turunnya daya beli masyarakat dan melemahnya neraca perdagangan internasional.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, Pemutusan Hubungan Kerja per Juli tercatat 9,37 % yang berarti jumlah pengangguran bertambah menjadi 5,3 juta – 6, 8 juta orang. Banyaknya pengangguran membuat mereka rentan menjadi miskin.
Di Kabupaten Bandung saja misalnya ada sekitar 13.000 buruh dari pabrik tekstil yang saat ini kena PHK, atau dirumahkan. Hal ini dipastikan akan membuat daya beli masyarakat turun. Ini dibuktikan dengan keluhan dari sejumlah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mengeluhkan menurunnya pendapatan mereka. Penurunan pendapatan UMKM di kab. Bandung hingga 70%, bahkan sebagiannya sudah bangkrut.
Baca Juga:Wait And See :Pts Kena Imbas Pandemi Covid-19Antara Kemerdekaan Dan Zakat
Banyak orang menyangka bahwa resesi ekonomi ini akibat pandemi covid-19 yang tak kunjung berakhir. Tapi jika dicermati secara mendalam, pandemi hanyalah pemicu saja. Dr. M. Rizal Taufiqurahman, dalam sebuah acara diskusi tanggal 9 agustus lalu menyatakan “Semenjak Jokowi berkuasa, pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan belum pernah tercapai. Selalu dibawah target ekonomi yang ditetapkan dalam APBN.” Bukan karena kondisi ekonomi global saja yang melambat tapi kinerja ekonomi domestik sedang kurang baik dan mengalami pelambatan, ditambah dengan wabah semakin memperperah. Tegasnya lagi.
Penyebab dari resesi ekonomi ini adalah faktor internal substansial yang menyimpan potensi untuk krisis, yaitu penerapan Sistem Ekonomi Kapitalis. Ekonomi kapitalis rentan krisis karena basic ekonominya non riil. Pertumbuhan ekonomi yang tidak di backup dengan ekonomi riil akan menciptakan gelembung ekonomi yang bisa meletus kapan saja. Kalau meletus menyebabkan resesi.
Di samping itu pengelolaan sumber daya alam untuk barang kebutuhan publik diserahkan pada swasta sehingga rakyat harus membayar dengan harga mahal.
Jadi selama sektor non riil yaitu ekonomi yang berbasis riba ini masih menjadi basis ekonomi maka krisis adalah bagian dari siklus yang selalu terjadi secara sistematis. Karena riba adalah sumber labilitas ekonomi.