Oleh: Dahlan Iskan
SAYA ingin sesekali ikut forum pendidikan satu ini: tanpa utang. Setidaknya pendidikan tahap satunya. Saya tidak mau langsung ke tahap tujuh.
Pasti berat.
Pendidikan ‘tanpa utang’ tahap satu itu hanya 7 menit. Pelaksanaannya di masjid-masjid. Waktunya: setelah salat apa saja. Tergantung masjid mana yang mengundang. Kurikulum pendidikan tahap satu itu disebut program go to masjid. Sifatnya melayani permintaan ceramah dari masjid-masjid.
Pun kalau ada permintaan ceramah dari gereja mereka juga mau melayani. Sebab riba itu juga dilarang oleh Injil.
Baca Juga:Perempuan, Kebodohan, dan Kemiskinan dalam Pandangan IslamPemekaran Daerah Terganjal Moratorium
Judul pelajaran tahap satu di masjid-masjid itu: tabiat buruk utang. Di situ dijelaskan dampak-dampak buruk punya utang.
Salah satu dasarnya, kata Mulyono, adalah ucapan (hadis) Nabi Muhammad tentang utang. Seperti, katanya, yang dikisahkan At Turmudzi dalam kitab Riyadus Sholihin. “Punya utang itu siang dihinakan, malam tidak bisa tidur.”
Mulyono juga menyebutkan 8 pasal dalam Injil yang mencela utang. Misalnya Injil Amsal Pasal 22 ayat 7: Orang kaya menguasai orang miskin, yang berutang menjadi budak dari yang mengutangi.
Di masjid itu, peserta pendidikan 7 menit itu, bisa mendapat buku merah. Isinya: 40 tabiat buruk berutang.
“Harusnya negara juga menghindari 40 tabiat buruk seperti itu,” ujar Mulyono, aktivis Masyarakat Tanpa Riba (MTR) dari Sragen.
Mulyono, pengusaha pupuk organik itu baru saja melunasi utangnya sebesar Rp 40 miliar. (DI’s Way edisi 19 Agustus 2020: Mulyono Merdeka).
Masjid mana pun, ujar Mulyono, bisa mengajukan permintaan penceramah kepada MTR setempat. Banyak anggota MTR yang sudah dididik (istilah Mulyono: di-upgrade) untuk menjadi penceramah program go to masjid.
Baca Juga:Bersama GKR Hemas, Koordinator KITA hadiri jumenengan Sultan Sepuh ke 15 Keraton Kasepuhan CirebonSubang Sabet Juara Umum Kelas bebek 4T Standart 150cc Senior di Piala Menpora Jabar Open
Salah satu syarat penceramah itu adalah: ia/dia sendiri sudah berhasil hijrah. Artinya: sudah tidak punya utang lagi. Dakwah terbaik, katanya, harus dimulai dari diri sendiri.
Dari pendidikan level satu tadi akan diperoleh calon-calon peserta hijrah. Yakni mereka yang masih punya utang tapi punya niat meninggalkan utang. Maksud saya: punya niat melunasi utang.
Mereka itulah calon peserta pendidikan level dua. Disebut juga pendidikan tingkat TPW –Temu Pengusaha Warga.