SUBANG-Kelanjutan drama pembubaran BUMD BPR Syariah Gotong Royong, hingga hari ini masih dinantikan publik Subang. Episode demi episode telah ditayangkan dari mulai pengajuan usulan Raperda pembubaran BPR Syariah Gotong Royong oleh eksekutif pada legislatif, hingga pembentukan Pansus oleh DPRD Subang.
Pada Rabu (2/9) Pansus DPRD untuk BPR Syariah Gotong Royong telah memanggil jajaran direksi untuk yang ke dua kalinya. Dari pemanggilan tersebut, menurut Ketua Pansus Ujang Sumarna, setidaknya ada beberapa temuan baru yang patut menjadi perhatian.
Diantaranya terkait BOP pendirian BPR Syariah Gotong Royong yang menelan biaya fantastis hingga Rp1,5 miliar. “Dari keterangan jajaran direksi Pemda Kabupaten Subang menyertakan modal sebesar Rp4,750 miliar. Nah, Rp1,5 miliar nya habis oleh BOP pendirian BPR Syariah Gotong Royong. Berarti, BPR Syariah Gotong Royong hanya punya berapa sebagai kas awal,” kata Sumarna.
Baca Juga:KPU Karawang Bagi Tiga Sektor Pendaftaran Bakal CalonPerjuangan Tenaga Kesehatan Menanggulangi Covid-19, Tinggalkan Keluarga, Berisiko Terkonfirmasi
“Saat kami tanyakan BOP sebesar itu digunakan apa saja, jajaran direksi juga tidak bisa mempertanggung-jawabkannya,” jelas Ujang Sumarna, saat ditemui Pasundan Ekspres usai menjalani rapat dengan jajaran direksi PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Gotong Royong Kabupaten Subang.
Kemudian, hari ini mereka terkesan seperti berlindung pada UU Perbankan tentang pencabutan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Gotong Royong Kabupaten Subang. Menurut Ujang tidak bisa semudah itu, “Ada uang rakyat di sana, kita harus bongkar sampai ke akar-akarnya,” tambahnya.
Belum lagi kata Ujang, dari keterangan direksi ternyata disana juga ada deposito Yayasan Gotong Royong yang besarnya hampir Rp3 miliar lebih, “Itu bagaimana mengembalikannya, sedangkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) seperti diketahui hanya akan mengganti sebesar Rp2 miliar saja,” ungkapnya lagi.
Sampai episode ini, Pansus DPRD mempunyai kesimpulan jika mulai tahun pertama pendirian BPRS Gotong Royong sudah bermasalah. Pasalnya, selama didirikan bank tersebut tidak pernah sekalipun meraup keuntungan, yang ada menurut Ujang hanya kerugian terus menerus. Sebab, untuk biaya operasionalnya saja tekor sampai 100 persen.
“Bahkan tahun-tahun terakhir sebelum dicabut izin operasionalnya oleh OJK, biaya operasionalnya mencapai 170 persen,” jelas Ujang yang juga politisi Fraksi Gerindra.