Oleh: Shafayasmin Salsabila
(Anggota Komunitas Kepenulisan “Revowriter” dari Indramayu)
Indramayu berduka. Sepanjang bulan Agustus, 4 orang berstatus ibu rumah tangga tumbang terpapar Corona. Dilansir oleh tribunnews.com pada 21/8/2020, seorang diantaranya dengan inisial T (64) warga Kecamatan Tukdana, meregang nyawa setelah seminggu didera batuk akut. Menyusul pada tanggal 30, kembali seorang IRT dari Kecamatan Cantigi, terpapar pula dari suaminya. Sehingga total dalam satu bulan ada 5 orang IRT menjadi korban penularan wabah (fajarcirebon.com, 1/9/2020).
Kasus positif Covid-19 di Kabupaten Indramayu masih mengalami peningkatan, bahkan tim gugus tugas mengungkapkan maraknya kasus impor covid-19 yang dibawa dari luar kota. Taruhlah ibu berinisial S (57) warga Kecamatan Haurgeulis, tertulari oleh anaknya yang baru pulang dari Jakarta. Sedangkan ibu dengan inisial AP (34) asal Kecamatan Kertasmaya, tertulari suaminya, yang juga menjalani perawatan di Wisma Atlit, Jakarta.
Sehingga, total terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Indramayu sebanyak 84 orang dengan rincian 6 meninggal, 58 sembuh, dan 20 orang masih dalam perawatan (fajarcirebon.com, 2/9/2020).
Baca Juga:Dorong Pembangunan, Pemkab Subang Sambut InvestasiPengurus Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Subang Bagikan Ratusan Nasi Bungkus
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Indramayu Deden Bonni Koswara, kembali menekankan agar masyarakat tidak menganggap enteng Covid-19. Sekaligus mengingatkan bahwa fase adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang dibuat pemerintah jangan lantas membuat masyarakat justru mengabaikan protokol kesehatan.
Karena Kabupaten Indramayu belum sepenuhnya aman dari penyebaran Covid-19 dan masih masuk kategori zona kuning. Diakuinya, masyarakat masih cenderung abai terhadap protokol kesehatan sebagaimana terjadi pula di seluruh daerah di Indonesia. Misalnya luput dari menggunakan masker, masih berkerumun dan kurang mengindahkan social distancing.
Sebenarnya, bagi sebagian kalangan masyarakat khususnya di Indramayu, pemberlakuan AKB dirasa sebagai bahasa lain dari kata “sudah aman”. Sehingga mispersepsi terjadi. Apalagi masih kurang meratanya sebaran informasi, kian menambah kekeliruan tanggapan.
Fakta di lapangan selama Covid-19 mewabah, masyarakat telah disibukkan dengan aktivitas menyambung napas demi bertahan hidup. Sehingga dirasa tidak ada waktu untuk menyimak berita atau berselancar di dunia maya, demi update info terbaru Covid-19. Buat apa, toh yang terpenting adalah besok mau makan apa. Perubahan angka pada data paparan Covid-19 tidak pula berkelindan dengan naik turunnya bilangan pendapatan masyarakat. Jadi tidak heran, bila sebagian besar warga nampak tak acuh dan apatis.