Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan dan Member AMK
Ibarat tamu yang rutin datang, musim kemarau itu juga sama dengan Lebaran. Sama-sama rutin terjadi setiap tahun. Sayangnya ketika musim kemarau tiba, selalu dibarengi dengan Kekeringan yang merupakan siklus tahunan. Puncaknya Juni, Juli, Agustus. Oktober normal lagi karena sudah mulai hujan.
Begitupun saat ini beberapa daerah sedang mengalami kekeringan, sebagaimana dilansir PIKIRAN RAKYAT,25/08/2020- Tercatat 514 titik di Kabupaten Bandung berpotensi kekurangan air bersih. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Pelaksana Harian BPBD Kabupaten Bandung, Akhmad Djohara.
Baca Juga:Di Masa Pandemi, Keluarga Tetap HarmoniMega Proyek Cisumdawu, Untuk Siapa?
Saat ini, kata dia, sudah ada beberapa desa di Kabupaten Bandung yang terdampak kekeringan. Warga melalui aparat desa sudah mulai meminta distribusi bantuan air bersih kepada BPBD Kabupaten Bandung.
Sudah ada beberapa desa meminta disuplai air bersih di Kecamatan Kutawaringin ada, dari Soreang juga ada, kemudian dari Baleendah, dan rata-rata di daerah perbukitan lebih cepat terdampak,” ujarnya.
Sekalipun begitu, solusi yang mengakar belum ditemukan untuk mengatasi kekeringan. Padahal kekeringan berdampak besar bagi kehidupan umat. Sebab air yang merupakan kebutuhan vital, tidak saja bagi manusia tapi makhluk lain di muka bumi.
Para ahli hanya melakukan tindakan kuratif ala kadarnya, preventif belum tersentuh. Mencari akar permasalahan timbulnya kekeringan belum dilakukan dalam skala kehidupan bernegara. Beberapa bahkan melihat faktor ledakan jumlah penduduk penyebab terganggunya daur air. Mereka menganggap jumlah manusia yang banyak yang menghabiskan debit air.
Padahal masalahnya ada pada ideologi yang diemban sebuah negara. Liberalisme sebagai sumber petaka. Melalui tangan pengusaha, liberalisasi sumber daya alam kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan kawasan ekonomi khusus dan energi baru terbarukan, tak pelak berpengaruh besar dalam merusak siklus air.
Eksploitasi alam merusak cadangan air. Penebangan dan pembakaran hutan, membuat CO2 menumpuk di atmosfer. Akibatnya panas matahari yang dipantulkan bumi terjebak sehingga temperatur bumi dan atmosfer akan meningkat. Inilah yang disebut pemanasan global atau global warming. Pemanasan global dapat memperlambat proses evaporasi dan kondensasi.