Oleh: Ammy Amelia
Pegiat Dakwah Literasi dan Member Akademi Menulis Kreatif
Hujan tak kunjung datang. Beberapa daerah di Indonesia -Kabupaten Bandung, salah satunya- telah mulai merasakan dampak yang serius akibat musim kemarau yang begitu panjang.
Dikutip dari pikiranrakyat.com (25/08/2020), tercatat ada 514 titik di Kabupaten Bandung yang berpotensi kekurangan air bersih. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Pelaksana Harian BPDB Kabupaten Bandung, Akhmad Djohara.
Akhmad berharap disediakannya bak penampungan air bersih di 514 titik tersebut, sehingga proses pendistribusian air dapat lebih efektif. Menurut Akhmad sudah ada beberapa desa yang meminta disuplai air bersih, terutama wilayah di daerah perbukitan. Kekeringan di musim kemarau yang panjang ini, telah menambah rentetan derita rakyat Indonesia. Ketika hujan yang dinanti, pandemi Covid-19 justru masih enggan pergi.
Baca Juga:Direksi BNI Menyapa Nasabah di Kemeriahan Harpelnas Tahun 2020Peduli Warga Terdampak Covid-19, Bank BTN bersama Linda Megawati Bagikan Sembako
Inilah negeri kita tercinta. Yang ketika musim kemarau panjang, kekeringan seolah menjadi rutinitas tahunan. Pun sebaliknya, saat musim hujan menjelang, hampir seluruh wilayah rata dengan banjir yang tak terelakkan.
Negeri yang katanya surga dunia, kini telah bermetamorfosa. Padahal negeri zamrud khatulistiwa ini memiliki sumber kekayaan alam yang nyaris sempurna. Selain dikelilingi pegunungan sebagai sumber mata air, seharusnya Indonesia tak usah jerih dengan krisis air bersih.
Kondisi kekeringan yang dirasakan saat ini, sejatinya tak luput dari perilaku manusia itu sendiri. Bila kita renungi, telah tertulis dalam firman Allah Swt. yang artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”
(Q.S. Ar-Rum, 30:41)
Ayat tersebut secara eksplisit menegaskan bahwa bencana yang datang bukan hanya sebatas fenomena alam semata, tetapi tidak lain akibat ulah tangan manusia yang telah merusak keseimbangan alam semesta. Eksploitasi alam terjadi dimana-mana, hanya demi kepentingan materi atas asas untung rugi. Masifnya pembangunan insfrastruktur juga digencarkan tanpa melihat dampak yang terjadi di sekitar. Semuanya dilakukan atas titah para pemegang modal. Padahal sejatinya alam menangis, begitupun rakyat jelata. Sungguh miris.