SUBANG-Program Pemkab Subang terkait kredit atau bantuan modal untuk pekerja tambak dinilai terlambat. Pasalnya, program tersebut telah berlangsung dan dilaksanakan oleh perbankan sejak 2017 lalu.
Selain itu, ada banyak kendala yang dihadapi terkait dengan program tersebut. “Pertama Saya mau apresiasi soal rencana bupati yang memiliki program terkait bantuan modal usaha kredit pinjaman lunak bagi kuli tambak,” ucap Waryanto salah satu petambak asal Desa Tegalurung Kecamatan Legonkulon saat ditemui Pasundan Ekspres, Kamis (10/9).
Iyan sapaan akrabnya menyebut, kendala yang dihadapi bagi para petambak atau kuli Tambak di antaranya seperti tidak tersedianya agunan. Lalu, jika pun ada agunan terkadang masih belum berbentuk sertifikat. “Nah termasuk ini kan untuk kuli tambak kata Pak Bupati, mereka itu jarang yang memiliki agunan sebagai jaminan. Lalu soal agunan juga masih banyak yang belum berbentuk sertifikat,” ungkapnya.
Baca Juga:Permintaan Selada Hidroponik Meningkat, Sayuran Paling DiminatiHikmah Korona Banyak Goweser Pemula
Selain itu, jika bantuan permodalan atau kredit berkaitan dengan perbankan, ada salah satu ganjalan yakni soal BI Checking. “Banyak yang terganjal, sebab BI Checking ini kan dapat diketahuinya informasi pokok berupa kelancaran pembayaran atau kolektibilitas calon nasabah yang bersangkutan. Nah bisanya disini sulit menghindar, dan ditolak olah Bank,” ungkap Iyan.
Sebenarnya kata Iyan, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah memiliki program melalui keberadaan Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) yang didirikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Hal itu untuk dapat meningkatkan akses permodalan masyarakat kelautan dan perikanan. “Pusat punya LPMUKP, nah salah satunya dari lembaga itu punya program namanya Lembaga Mikro Keuangan Kelautan dan Perikanan (LMK KP), ini lebih mungkin karena berbentuk seperti koperasi,” jelasnya.
Dengan LKM KP, ini petambak termasuk pekerja/buruh tambak dapat mengakses permodalan tersebut. Sebab, dengan sistem keuangan mikro yang mandiri, dengan asas gotong royong, tak memerlukan BI Checking seperti di perbankan. “Pemberian kerja juga bisa diatur secara langsung oleh LKM KP, ini unit usahanya pedagang. Analisis tetap dipakai juga agunan bisa aja tapi untuk pelengkap, karena sistemnya gotong royong tadi, bisa juga masuk ke ranah kelompok,” ungkapnya.