Webinar menghadirkan narasumber Guru Besar Pendidikan Sejarah UPI/Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 Prof. Dr. Said Hamid Hasan, MA; Sekretaris Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia/Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Dr. Restu Gunawan, M.Hum.; Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud Maman Fathurrohman, Ph.D.; Pendiri dan Pembina P3SI/Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UPI Dr. Agus Mulyana, M.Hum.; Presiden AGSI Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma.
“Begitu mendapat informasi terkait draft penyederhanaan kurikulum yang di dalamnya mereduksi mata pelajaran sejarah, kami langsung mendiskusinyanya melalui grup percakapan WhatsApp. Diskusi ini dilanjutkan dengan webinar yang di dalamnya menghadirkan narasumber sesuai kualifikasi profesionalnya. Alhamdulillah mendapat sambutan luar biasa. Ini menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap pelajaran sejarah sangat tinggi,” terang Dadan.
Lebih jauh Dadan menjelaskan, pada dasarnya IKA Pendidikan Sejarah UPI mendukung penyederhanaan kurikulum sebagai bagian dari respons terhadap dinamika sosial, kebangsaan, maupun perkembangan teknologi dan tantangan global yang dihadapi. Namun demikian, penyederhanaan kurikulum hendaknya tetap mengacu kepada kepentingan nasional dan pembentukan karakter bangsa.
Baca Juga:Bupati Subang Panen Perdana TembakauDemokrat Usul Jokowi Pecat Menteri Kesehatan
Mengutip paparan Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 Said Hamid Hasan pada saat webinar, Dadan menegaskan, asumsi bahwa beban kurikulum nasional terlalu berat yang menjadi dasar penyederhanaan kurikulum adalah sebuah kekeliruan. Perbandingan jumlah mata pelajaran antara kurikulum nasional dengan kurikulum di sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Inggris, Jerman, dan Finlandia menunjukkan bahwa jumlah mata pelajaran di Indonesia pada seluruh jenjang pendidikan tidak lebih banyak dari jumlah mata pelajaran di negara yang dijadikan perbandingan.
“Bahkan, jumlah mata pelajaran di Indonesia pada jenjang SD dan SMP tercatat paling sedikit. Sementara untuk jenjang SMA memiliki jumlah yang sama dengan negara lain, hanya lebih sedikit dari Malaysia dan Inggris,” tandas Dadan.
Mata pelajaran sejarah, sambung Dadan, penting untuk diajarkan pada seluruh jenjang pendidikan. Arti penting Sejarah Indonesia terletak pada fungsi yang melekat pada sejarah itu sendiri. Yakni, mengembangkan jati diri bangsa, mengembangkan collective memory sebagai bangsa, mengembangkan keteladanan dan karakter dari para tokoh, mengembangkan inspirasi, mengembangkan kreativitas, mengembangkan kepedulian sosial bangsa, membangun nasionalisme yang produktif.