Padahal akar masalah munculnya aksi terorisme dan berbagai konflik tidak lain karena sebagian besar negara mengadopsi sistem kapitalisme yang tidak mampu memberikan kesejahteraan dan rasa aman bagi manusia.
Kapitalisme sistem yang lahir dari aturan manusia tolak ukur yang dipakai hanya asas manfaat, hari perdamaian dunia hanya “topeng” karena dibalik itu negara-negara adidaya pun memanfaatkannya.
Hanya Islam Mampu Wujudkan Perdamaian Dunia
Berbeda dalam ideologi Islam dibawah aturan kepemimpinan yang memberikan rasa aman dan menjaga setiap jiwa, harta dan kehormatan setiap warganya. Ikatan akidah Islam menjadi pemersatu yang bisa menciptakan satu perasaan, satu pemikiran dan satu aturan yaitu syariat Islam. Karena kita adalah umat yang satu jika ada sodaranya yang teraniaya umat yang lain ikut merasakan sakit. Ya. Ibarat satu tubuh.
Baca Juga:Gardu Induk Meledak, Penyebab Listrik Padam di Subang KotaPemuda Pancasila PAC Kecamatan Subang Gelar Pengobatan Gratis dan Check Kesehatan bagi Kaum Dhuafa
“Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalamnya saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bila kita bercermin pada sejarah bagaimana Islam sangat berperan dalam perdamaian dan keadilan. Itu terbukti oleh tinta sejarah yang telah mencatat bagaimana sosok pemimpin Salahuddin Alayubi sang pemimpin yang berani, adil dan lembut telah membebaskan kota suci Yerusalem (Palestina) dari kedudukan tentara Salib.
Di sana selain agama Islam ada Nasrani dan Yahudi 3 agama tersebut hidup berdampingan dengan damai selama 460 tahun di bawah kekuasaan Islam. Itu terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khatab, perjanjian damai yang ditandatangani Umar dan Uskup Sophronius (Pemimpin Nasrani). Namun, diingkari oleh pasukan Salib.
Sejak perjanjian damai tersebut diingkari kedzaliman terus merajalela yang dilakukan oleh tentara Salib. Salahuddin Alayubilah yang membebaskannya kembali dengan cara yang adil tanpa aniaya Seperti yang di tuliskan oleh Karen Amstrong dalam bukunya Perang Suci menggambarkan, saat Salahudin dan pasukan Islam membebaskan Palestina, tak ada satu orang Kristen pun yang dibunuh. Tak apa pula perampasan harta benda.