OLEH: FARAH PUTRI NAHLIA
Anggota Komisi I DPR RI F-PAN Dapil Jabar IX
SETIAP UU yang disahkan oleh DPR selalu mengandung kontroversi. Hal ini justru positif bagi Demokrasi kita. Ada kritik yang membangun dalam rangka koreksi terhadap materi UU yang disahkan DPR. Hari ini kontroversi itu terjadi pada RUU Cipta Kerja yang kemarin disahkan oleh DPR. Elemen Buruh paling keras menolak. Ada 12 alasan buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dua belas poin tersebut menurut kami kurang benar, perlu pelurusan dan penjelasan.
Mari kita kupas satu persatu beserta pasal dan fakta yang sebenarnya agar semua jelas.
- Benarkah Uang pesangon akan dihilangkan?
Faktanya : Uang pesangon tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 156 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
Baca Juga:Kembangkan Potensi Daerah, Pemkab Subang Kerjasama dengan Pemkab BatangBantu Pesantren, Jabar Bergerak Salurkan Bantuan Telor
- Benarkah UMP, UMK, UMSP dihapus?
Faktanya: Upah Minimum Regional (UMR) tetap ada
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU 13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
(Ayat 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.
- Benarkah Upah buruh dihitung per jam?
Faktanya: Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu atau berdasarkan hasil.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU
13 Tahun 2003: Upah ditetapkan berdasarkan:
- satuan waktu; dan/atau
- satuan hasil.
- Benarkah Semua hak cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan) hilang dan tidak ada kompensasi?
Faktanya: Hak cuti tetap ada.
BAB IV: KETENAGAKERJAAN – – Pasal 89
Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU 13 Tahun 2003:
(Ayat 1) Pengusaha wajib memberi:
- waktu istirahat; dan
- cuti.
(Ayat 3) Cuti yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling
sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja
selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.
(Ayat 5) Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat di atas, perusahaan dapat memberikan cuti panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.