Meningkatnya kejahatan di masa pandemi ini tak lepas dari sistem yang menjadi arah pandang pemimpin saat ini, yaitu sistem kapitalis-sekuler. Model kepemimpinan ini hanya berorientasi pada untung rugi. Wajar, jika keamanan dan keselamatan rakyat bukanlah prioritas utama.
Inilah fakta bagaimana sistem kapitalis-sekuler menyelesaikan kriminalitas di tengah pandemi. Sistem ini hanya menyelesaikan masalah dengan solusi tambal sulam, tidak menyentuh hingga ke akarnya. Maka, jelas sistem ini telah gagal menjamin keamanan dan keselamatan warga serta gagal menjamin kebutuhan hidup para pelaku kriminalitas. Karena, sistem ini adalah sistem rusak dan merusak yang hanya menimbulkan keresahan dan kesengsaraan rakyat.
Solusi Islam dalam Memberantas Kriminalitas
Islam datang dengan seperangkat aturan multidimensional yang mengatur manusia dengan manusia yang lain. Perangkat hukum Islam diturunkan Allah SWT dengan tendensi khusus yakni agar ia menjadi rahmat atas seluruh umat manusia.
Baca Juga:Jilbab Merupakan Kewajiban, Bukan PilihanBagi Kaum Muslimin, Cukupkah Menjadi Negara Islami?
Islam juga memiliki ciri khas dalam menyelesaikan segala problematika hidup manusia. Hukum islam merupakan hukum yang adil juga memancarkan rasa aman bagi rakyatnya, baik muslim maupun non muslim.
Dalam islam, tindakan pencurian merupakan bentuk kemaksiatan yang pelakunya harus mendapat sanksi tegas dan dikenai sanksi hudud. Hudud bermakna sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan (kadarnya) oleh syariat dan ketentuan tersebut menjadi hak Allah. Allah SWT berfirman:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Al-Maidah [5] : 38).
Di antara syarat yang harus dipenuhi dalam kriteria pencurian hukuman potong tangan yaitu pencurian dilakukan dari tempat /penyimpanan yang terjaga, harta yang dicuri adalah harta yang terhormat, punya pemiliknya atau wakilnya. Kemudian, barang yang dicuri mencapai nishâb/batasan minimal dalam masalah pencurian yaitu tiga dirham atau seperempat dinar atau yang senilai dengan salah satu dari keduanya. Terakhir, terbuktinya pencurian oleh si pelaku. Baik dengan cara bukti dua orang saksi atau dengan cara pengakuan dari si pelaku.