Sangat disayangkan aksi mahasiswa yang berjuang menyuarakan aspirasi masyarakat harus dinodai dengan adanya penyusup yang membuat keadaan semakin buruk. selain itu, merek juga merusak bahkan membakar beberapa fasilitas umum yang ada. Aparat pun turun tangan dengan menembakkan gas air mata serta menyemprotkan water cannon sebagai upaya menghalau demonstran agar tidak semakin rusuh. Lebih dari itu kejadian mencekam berlangsung ketika aparat kepolisian sudah mulai menciduk pendemo yang dirasa sebagai provokator, mereka juga menembakkan peluru karet.
Memang aksi unjuk rasa terlebih menyangkut persoalan yang sangat sensitif seperti ini sangat riskan dan berujung pada aksi kerusuhan. Sejatinya mahasiswa, buruh, dan seluruh elemen masyarakat yang melakukan aksi merek hanya ingin suaranya didengar dan mendapat tanggapan dari wakil rakyat. Namun yang didapatkan justru benteng manusia berbadan begap berbaju coklat. Banyaknya penyusup juga menodai aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Melihat kenyataan di lapangan maka demontrasi perlu didesign ulang agar aspirasi bisa disampaikan dengan baik dan bermartabat serta tidak terjadi anarkhi baik secara fisik maupun pernyataan dan aparat keamanan didesign bisa mengamankan kegiatan unjuk rasa yang memperjuangkan kepentingan rakyat sehingga terjadi harmoni antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan. Tindakan aparat keamanan harus mengedepankan saling asah,asuh serta asih , bukankah mereka dibentuk dari rakyat dan untuk rakyat, bukan sebaliknya. Dan mestinya DPR segera merespon cepat aspirasi tersebut, minimal bisa berdialog dengan rakyat yang diwakili. Sepanjang design demontrasi masih seperti ini , maka pelanggaran masih terus terjadi dan aktivitas fisik lebih mendominasi , yang akhirnya misi suci menyampaikan aspirasi tidak bisa terealisasi maksimal. Dan Dewanpun harus kembali pada esensi perannya sebagai wakil rakyat.