PURWAKARTA-Hari Santri Nasional diperingati pada 22 Oktober setiap tahunnya, serentak di seluruh Indonesia. Diketahui bahwa Hari Santri ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang mengatur tentang Hari Santri.
Berbeda dari tahun sebelumnya, Hari Santri tahun ini diselenggarakan dalam suasana pandemi COVID-19. Meski begitu tak menyurutkan semangat yang terkandung di setiap peringatan Hari Santri.
Seperti yang disampaikan Kepala Bidang Ketahanan Keluarga, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta, Yani Swakotama.
Baca Juga:Tiap Tahun Aqua Subang Bantu Pelihara Jalan ProvinsiSubang Rawan Jadi Peredaran Narkoba Skala Internasional
Kang Yani, panggilan akrabnya, mengatakan, nilai-nilai toleransi sudah melekat pada jiwa santri.
“Nilai-nilai toleransi saya kira sudah melekat dalam jiwa para santri. Karena nilai toleransi, kebersamaan sudah terbangun di pondok pesantren,” kata Yani kepada koran ini, Kamis (22/10).
Diungkapkannya, pesantren adalah modal untuk mencetak generasi muda yang memiliki pengetahuan dan keterampilan.
“Dewasa ini pendidikan di pesantren ditunjang dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuannya agar santri tak melulu hanya pandai bicara soal agama. Santri masa kini mesti tampil sebagai kosmopolit,” ujarnya.
Menurut Yani pula saat ini santri terkesan modern jauh dari kesan kampungan. Bahkan, sambungnya, sampai ke New York bahkan London pun santri sudah hampir membudaya.
“Sekarang untuk menjadi santri kekinian sangat mudah, sehingga tidak perlu khawatir santri akan ketinggalan zaman,” ucap Yani
Ia juga menyampaikan agar jangan takut anak dimasukan ke sebuah pesantren untuk menjadi santri. Di era milenial ini para santri harus bisa memanfaatkan teknologi digital.
Baca Juga:Pembangunan Astro Highlands dan De’Ranch Jangan Ganggu Kawasan Konservasi AlamPerusahaan Milik Chairul Tanjung Berpeluang Kelola Pelabuhan Patimban
“Santri milenial tidak lepas dari karakter generasi milenial pada umumnya. Mereka sangat kreatif, percaya diri sekaligus terkoneksi dengan lini-lini teknologi,” ucap Yani.
Ia menambahkan, kreativitas santri milenial tidak dibatasi oleh bilik-bilik pesantren, mereka juga percaya diri dengan kemampuan personal dalam berbagai pengetahuan, sains dan antarbahasa.
“Santri milenial memiliki keunggulan dalam basis moral. Nilai-nilai moralitas inilah yang menjadi daya penunjang bagi santri milenial, di samping kemampuan analisa teks-teks keislaman klasik yang diajarkan selama di pesantren,” kata Yani.
Dirinya pun menilai, dulu santri sering tersisihkan. Santri kerap diolok-olok dengan berbagai sebutan. Namun, seiring perkembangan zaman, pandangan tersebut sudah berubah. “Pesantren tak lagi diidentikkan dengan pilihan terakhir siswa yang tidak diterima di sekolah-sekolah negeri maupun perguruan tinggi,” kata Yani