SUBANG-Sekda Sekaligus Ketua Tim Koordinasi Perencanaan Ruang Daerah (TKPRD) Kabupaten Subang H. Aminudin, mengakui jika Perda tersebut dinilai masih kurang jelas dan belum rinci. Sehingga diperlukan pembahasan untuk mengejawantahkan poin-poin yang ada di dalamnya.
“Iya, ini penting dan memang sangat berpengaruh terhadap kondisi alam di Subang Selatan. Ketidakjelasan aturan ini dikhawatirkan berbuntut pada penyalahgunaan lahan,” ungkapnya.
Sekda menegaskan, pembangunan pariwisata di Subang Selatan tidak semena-mena dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, karena itu menurutnya perlu adanya peraturan yang jelas.
Baca Juga:GP Ansor Gelar Turnamen Tenis Meja, Agus Masykur: Jaga Imun dengan BerolahragaBUMN Fasilitasi 60 UMKM Berdagang di Rest Area KM 50 Tol Japek
“Sesegera mungkin akan melakukan identifikasi oleh Satpol-PP mengenai siapa saja yang menggunakan lahan di kawasan lindung, untuk kemudian ditindaklanjuti sebagaimana peraturan yang berlaku,” tambahnya.
Sebelumnya rencana Pembangunan Tempat Wisata De Ranch di Blok Bendungan Desa Ciater disoal. Selain disebutkan aktivis lingkungan, kawasan Desa Ciater merupakan kawasan lindung menurut Perda No 1 tahun 2016, kawasan tersebut juga disebutkan sebagai kawasan resapan air.
“Kendati memang belum jelas Perda No 1 2016 itu kawasan lindung di Desa Ciater itu mana saja, harus diperjelas dulu,” ungkap Aktivis lingkungan Iis Rochati pada Pasundan Ekspres beberapa lalu.
Bahkan tidak hanya pembangunan De’Ranch di kawasan Ciater saja, kawasan wisata yang sudah berdiri di kawasan zona penyangga konservasi, yakni Astro Highlands juga disinyalir mengancam keberlangsungan sumber mata air yang dimanfaatkan oleh warga.
“Bukan hanya Pemda Subang yang harus bertanggung jawab, melainkan pihak PTPN VIII juga harus memberi penjelasan,” pungkasnya.(idr/vry)