Mungkinkah Partai Buruh hadir kembali di Indonesia? Pertanyaan tersebut layak mengemuka di tengah ramainya demonstrasi penolakan Omnibus Law di beberapa wilayah tanah air. Bagaimanapun, dalam kaca mata awam, adanya Partai Buruh bisa jadi wadah penyalur aspirasi politik bagi kaum buruh sehingga apa pun yang terkait kepentingan buruh akan bisa terakomodasi. Pertanyaannya kemudian apakah memang seperti itu? Tulisan ini mencoba untuk memberikan tinjauan historis dan yuridis tentang menakar reinkarnasi Partai Buruh dalam peta politik Indonesia.
Tinjaun Historis Partai Buruh di Indonesia
Dalam sejarah partai politik di Indonesia, Partai Buruh sudah hadir pada awal kemerdekaan. Pada pemilu pertama tahun 1955, Partai Buruh tercatat menjadi peserta pemilu, walaupun perolehan suara saat itu tidak terlalu signifikan, yakni hanya memperoleh 224.167 suara untuk pemilihan DPR. Setelah itu, ketika ingar bingar politik era Orde Baru dengan upayanya memperkecil jumlah partai politik menjadi tiga golongan, yakni golongan spiritualis, golongan nasionalis, dan golongan karya. Maka kemudian muncullah tiga nama partai besar, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Nama-nama partai politik yang lainnya melebur, tenggelam ataupun menghilang, termasuk Parta Buruh.
Pasca-Reformasi, Partai Buruh kembali hadir dan berhasil menjadi peserta pada Pemilu 1999 dengan nama Partai Buruh Nasional. Pada Pemilu tersebut, Partai Buruh Nasional memperoleh nomor urut 37 dan mendapatkan suara sebanyak 140.980 atau 0,13% dari jumlah suara sah. Hasil tersebut seakan menjadi bukti awal bahwa buruh di Indonesia belum sepenuhnya ikut mendukung partai yang bertujuan menyuarakan aspirasinya.
Baca Juga:Subang Masuk Zona Orange, Wabup dan Kapolres Pimpin Rapat Satgas Covid-19Warga Desa Sidamulya Sambut Musim Tanam Padi dengan Pawai Tracktor
Dalam perkembangan selanjutnya, pada Pemilu 2004, Partai Buruh Nasional berganti nama menjadi Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD). Pada Pemilu tersebut, PBSD memperoleh nomor urut 2 dengan perolehan suara 636.397 atau 0,56 % dari total suara sah. Terdapat kenaikan perolehan jumlah suara dibanding Pemilu sebelumnya. Namun, perolehan suara tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah buruh atau tenaga kerja pada saat tersebut yang berjumlah sampai mendekati 50 juta orang, baik tenaga kerja/buruh di Indonesia dan buruh migran di Luar Negeri. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa Partai Buruh belum sepenuhnya didukung oleh kaum buruh.