Tetapi, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan mendapatkan sertifikat halal pada Pasal 29 ayat (3) diubah menjadi jangka waktu verifikasi permohonan sertifikat halal dilaksanakan paling lama 1 hari kerja.
– Waktu penerbitan
Selain itu, pada Pasal 35 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disebutkan sertifikat halal diterbitkan BPJPH paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak keputusan kehalalan produk diterima dari MUI.
Namun, pada UU Cipta Kerja Pasal 35 diubah menjadi sertifikat halal sebagaimana Pasal 34 ayat (1) dan Pasal 34A diterbitkan oleh BPJPH paling lama 1(satu) hari kerja terhitung sejak fatwa kehalalan produk.
Baca Juga:Pengembangan Geowisata Taman Jasper di Kabupaten Tasikmalaya Jawa BaratUU Cipta Kerja, Ciptakan Masalah Baru
Sementara itu, ada pasal yang disisipkan antara Pasal 35 dan Pasal 36, yakni Pasal 35A pada UU Cipta Kerja.
Pasal 35A ayat (1) berbunyi, apabila LPH tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, maka LPH tersebut akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi.
Selanjutnya, Pasal 35A ayat (2) dijelaskan, apabila MUI tidak dapat memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses memberikan/menetapkan fatwa, maka BPJPH dapat langsung menerbitkan sertifikat halal.
Inilah bukti sistem kapitalisme demokrasi yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. Yang diuntungkan para kapitalis dan lagi-lagi rakyat yang dirugikan. Negara abai dalam kepengurusan terhadap rakyatnya. Termasuk dalam kepengurusan kehalalan suatu produk.
Islam memerintahkan umatnya untuk makan makanan yang halal dan thayyib serta tidak berlebih-lebihan mengkonsumsinya. Selain itu, halal dan haram bukan sebatas label saja, tapi juga sebagai wujud keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt.
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. al-Maidah : 88)
Sungguh miris kehidupan umat Islam di dalam sistem kapitalis, bahkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, kehalalan suatu produk menimbulkan tanda tanya.
Baca Juga:42 Warga Purwakarta Sembuh dari Covid-19Ada 4 Titik Rawan Bencana di Wanayasa, Ini Detailnya
Berbeda dengan sistem Islam. Kehalalan suatu produk yang beredar di pasaran sangat dijaga. Semua warga negara Islam mengkonsumsi makanan halal ataupun memproduksi makanan halal bukan didasari atas asas keuntungan yang diperoleh dari jaminan halalnya, tetapi karena mengkonsumsi makanan yang halal adalah perintah Allah Swt. Islam menjadikan perhatian utama kebijakan adalah kesesuaian dengan syariat dan berikutnya kemaslahatan publik.