Seri Belajar Filsafat Pancasila 20
Oleh: Kang Marbawi
Salam sejahtera untuk saudara-saudaraku sebangsa setanah air.
Dalam diskusi ini, penulis akan menyampaikan hasil pengalaman dari sebuah sekolah dalam memerangi paham radikal agar siswa sekolah tersebut terpapar paham yang tidak mengakui adanya perbedaan atau intoleransi. Dari sana, terdapat nilai-nilai yang dapat kita petik dari kisah berikut ini.
Nurhadi, kepala SMK di Kota Tangerang Selatan, selama ini menganggap biasa saja terkait kegiatan dan aktivitas Rohani Islam (Rohis) di sekolahnya. Hingga satu saat diantara siswanya terlihat gejala pemikiran yang berbeda dengan yang lain dalam menjalankan agama yang dianutnya. Siswa tersebut, menganggap berhubungan atau berinteraksi dengan yang berbeda agama akan merusak akidah. Bahkan siswa tersebut mulai bersikap intoleran dengan temannya yang berbeda paham dengan dirinya.
Nurhadi pun dibuat pusing dengan kondisi siswa ini. Sebab ketika siswa tersebut diajak untuk berdiskusi, siswa tersebut “keukeuh” dengan pemahaman “keras”nya tentang pandangannya kepada orang yang berbeda.
Selama ini, menurut Nurhadi, kegiatan Rohis relatif banyak diserahkan kepada mentor-mentor, tanpa pengawasan dan pembinaan dari pihak sekolah. Sehingga dirinya tidak dapat mengawasi isu-isu apa saja yang sering didiskusikan dalam kegiatan Rohis.
Baca Juga:Bupati Subang: SRG Dapat Meningkatkan Kesejahteraan MasyarakatPemkab Purwakarta Gelar Mitembeyan Tanam Pohon Lame Dalam Peringati Hari Tanam Pohon Sedunia
Hingga datang Sofyan Tsauri. Mantan teroris yang telah insaf ini berdiskusi dengan siswa dan membeberkan awal pengalamannya terpengaruh oleh paham radikal teroris. Sofyan Tsauri juga menjelaskan pemahaman salah yang dulu dianutnya, terkait makna jihad, khilafah dan sikap menganggap pemerintah dan antek-anteknya sebagai thoghut yang halal untuk diperangi.
Kehadiran Sofyan Tsauri di sekolah Nurhadi ini difasilitasi oleh organisasi Guru Agama Islam. Kehadiran Sofyan di sekolah untuk berdialog dengan siswa -khususnya aktivis Rohis, memberikan dampak yang besar terhadap perubahan pemahaman para siswa dan aktivis Rohis tentang bahaya pemahaman radikal teroris. Siswa mendapatkan role model yang tepat dan otoritatif terkait bahaya pemahaman radikal teroris dari mantan teroris langsung.
Mantan teroris yang bergabung dengan jaringan Al-Qaeda sejak tahun 2002 ini menceritakan bagaimana awal mula kiprahnya terjerat paham sesat teroris. Pengajian yang diikutinya dulu, cendrung banyak menyalahkan pemerintah dan menafsirkan ajaran agama hanya secara tekstual. Pengajiannya juga mengajak untuk berjihad dengan memerangi orang yang berbeda dan pemerintah yang dianggap thoghut.