Oleh: Farida, Pengasuh Kajian Ummahat Khairu Ummah Subang
Lagi dan lagi. Di Rabi’ul awal bulan kelahirannya, penghinaan terhadap Rasulullah saw kembali terjadi. Dan masih Prancis yang melakukannya. Kemarahan, kecaman dan ancaman boikot ummat islam dari berbagai negara terhadap produk Prancis tak mampu membuat Pemerintah Prancis meminta maaf kepada ummat islam. Justeru yang dilakukan Presiden Prancis Emmanuel Macron sebaliknya yaitu mendukung ulah majalah tersebut dengan memajang kartun penghinaan Nabi Muhammad saw di dinding gedung pemerintah daerah dan di tempat-tempat umum. Bahkan Macron bersikukuh memberikan dukungan terhadap publikasi ulang karikatur Rasulullah oleh majalah Charlie Hebdo.
Sejarah Berulang
Bukan kali pertama Prancis dan Charlie Hebdo menghina Rasululloh dan ajaran Islam. 1889 Prancis pernah berniat menggelar drama penghinaan Rasul yang ditulis Henri de Bornier. Namun masa itu kaum muslimin masih memiliki khalifah ‘Sultan Abdul Hamid II’. Melalui lisannya pementasan drama dibatalkan. Berdiri dengan gagah lengkap dengan pakaian perang, ungkapan sultan terekam dalam sejarah yang menciutkan nyali Perancis. “I am the Sultan of Balkans, Iraq, Syria, Mount Lebanon, Hejaz, Caucasus and Anatolia. I am Khaleefah of Muslim Abdul Hamid. If you do not stop this opperence to our prophet. I will destroy the word above yourheads“.
Berbeda dengan sebelumnya. 2015, berdiri di atas pilar kebebasan berekspresi, Majalah Satire Charlie Hebdo melakukan penghinaan terhadap Rasululloh dengan merilis karikatur Nabi memakai sorban berbentuk menyerupai bom dengan sumbu telah menyala. Seolah mereka ingin menyampaikan pesan Muhammad adalah seorang teroris.
Baca Juga:LAPMI Subang Bangkit Kembali, Hidupkan Api Semangat Literasi MahasiswaMengaplikasikan Pancasila Melalui Tradisi Tanam Padi Gogo Ala Dedi Mulyadi
Walau tak ada lagi khalifah, tak ada pelindung islam dan ummat dari setiap ancaman dan penghinaan. Tak ada lagi pasukan dan lisan yang mampu menghentikan keangkuhan Charlie Hebdo. Namun kecintaan kepada Rasululloh tak pernah hilang. Kemarahan ummat islam tak bisa dibendung. 12 nyawa karyawan Charlie Hebdo melayang termasuk kartunisnya.
2020 penghinaan Rasul berulang. Tak lagi cukup dalam majalah. Samuel Paty diketahui menggunakan kartun Nabi Muhammad majalah Charlie Hebdo untuk mengajar materi kebebasan berpendapat. Materi tersebut menimbulkan protes dari sejumlah orang tua murid dan berakhir dengan kematiannya. Dan alih-alih meminta maaf, Pemerintah Prancis justeru mendukung dan mengeksploitasi momen terbunuhnya Samuel Paty dengan alasan memuja kebebasan berekspresi. Bahkan Macron memberi gelar Paty sebagai pahlawan republik. Pada saat yang sama radikal dan teroris disematkan pada Abdullakh Anzorov yang mengekspresikan kemarahannya karena sosok yang dicintainya dihinakan.