Seri Belajar Filsafat Pancasila 22
Oleh: Kang Marbawi
Salam sejahtera untuk saudaraku sebangsa-setanah air!
Mari kita jaga keragaman budaya Bangsa Indonesia dengan cara mencintai dan merawat budaya kita dan berdialog dengan budaya lain untuk menguatkan ke-Indonesiaan kita. Minggu lalu kita telah mendiskusikan “kata bertuah” yang dilontarkan para tokoh. Kata bertuah tersebut memberikan dampak kepada para pengikutnya. Bergantung kepada tujuan disampaikannya “kata bertuah” para tokoh. Kali ini kita akan mendiskusikan arogansi beragama.
***
Hadi Sasmita sedang khusu’ melaksanakan solat maghrib, di musholah Al-Hidayah yang berada di Perumahan Griya Agape Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara. Tiba-tiba sekelompok massa berteriak agar musola yang juga menjadi balai pertemuan ini, dibongkar. Hadi yang juga pengurus Musola Al-Hidayah pun berusaha untuk mengajak dialog. Namun massa tak menggubrisnya. Massa yang mengatasanamakan lembaga adat dan pemuda dari agama mayoritas desa Tumaluntung ini melakukan perusakan pagar, dinding dan properti lainnya yang ada di musola itu. Peristiwa tersebut terjadi 29 Januari 2020 lalu.
Diwaktu dan tempat yang berbeda, di Desa Mekar Sari, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Jam baru saja menunjukkan pukul 00.30, ketika Mbah Tokia, mendengar suara benda dipukul keras berkali-kali ke tembok Kapel Santo Zakaria. Nenek berusia 71 yang lahir di Salatiga Jawa Tengah, mengintip dari balik daun pintu rumahnya yang terbuat dari papan kayu reot berwarna kecoklatan yang telah memudar dimakan usia. Percis seperti tubuhnya yang renta.
Baca Juga:Dalam Sehari 35 Orang di Subang Positif Covid-19Sekda Kota Cimahi: Nomer Beliau Tidak Bisa Dikontak
Jarak antara rumahnya dengan Kapel Santo Zakaria hanya 20 meter. Mbah Tokia melihat sekelompok orang sedang merusak kapel, tempat beribadah umat Katholik. Mbah Tokia tidak tahu penyebab orang-orang tersebut melakukan perusakan kapel satu-satunya di Desa Mekar Sari Ogan Ilir. Sama seperti Mbah Tokia, Petrus, 35 tahun, seorang jemaat yang berada di kapel menuturkan, sekelompok orang membawa palu godam merusak pagar dan langsung melakukan perusakan kapel. Petrus tak menyangka selama dirinya tinggal di Ogan Ilir, baru kali ini ada perusakan tempat ibadah. Peristiwa perusakan Kapel Santo Zakaria tersebut terjadi pada 8 Maret 2018 lalu. Mbah Tokia dan Petrus, terguncang! Tempat ibadahnya dirusak massa tak dikenal.