Dalam Islam, seorang pemimpin (Khalifah) wajib mengurusi urusan rakyatnya, wajib menjadikan rakyatnya sejahtera. Kesejahteraan tidak akan muncul jika tidak terpenuhinya sarana dan prasarana menuju kesejahteraan. Salah satunya adalah dengan adanya infrastruktur untuk memperlancar distribusi dan pemenuhuan kebutuhan masyarakat. Sehingga pembangunan infrastruktur yang layak dan merata ke seluruh pelosok negeri menjadi wajib hukumnya.
Dalam buku The Great Leader of Umar bin al-Khaththab, halaman 314 – 316, diceritakan bahwa Khalifah Umar al-Faruq menyediakan pos dana khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Hal ini untuk memudahkan transportasi anatar Kawasan negara Islam. Selain infrastruktur jalan, Khalifah Umar juga mendirikan pos (semacam rumah singgah) yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq. Rumah singgah ini adalah tempat penyimpanan sawiq, kurma, anggur dan berbagai bahan makanan lain yang diperuntukan bagi Ibnu Sabil yang kahbisan bekal dan tamu asing.
Dalam sistem Islam, Khalifah memastikan pembangunan infrastruktur harus berjalan dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan untuk ‘izzah (kemuliaan) Islam. Jikalau Negara harus bekerjasama dengan pihak ketiga, haruslah kerjasama yang menguntungkan bagi umat Islam dan sesuai dengan hukum syara. Bukan justru masuk dalam jebakan utang, yang menjadikan posisi Negara lemah di mata negara lain/pihak ketiga.
Baca Juga:Bawaslu: Politik Uang Lahirkan Pemimpin Korup(E-Paper) Pasundan 30 November 2020
Salah satu bukti saking besarnya perhatian Khalifah Umar, saat itu beliau membuat keputusan yang saat ini mungkin dianggap sesuatu yang musthil. Yakni mengambil keputusan untuk menggali sungai yang sudah tertutup oleh tanah. Beliau mengintruksikan Gubernur Mesir, Amru bin Ash. Akhirnya sungai tersebut bisa memudahkan jalan antara Hijaz dan Fushthat (Ibu kota Mesor saat itu). Aktivitas perdagangan di antara kedua lautan itu pun kembali semarak sehingga bisa membawa kesejahteraan. Di areal sungai ini terdapat berbagai tempat wisata, permadani dan tempat persinggahan yang diberi nama Khalij Amirul Mukminin oleh Amru.
Sehingga dalam pandangan Islam pembangunan infrastruktur, termasuk pelabuhan orientasinya adalah untuk memfasilitasi kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan para kapitalis. Pembangunan infrastrukur pun wajib berdasarkan spirit menerapkan syariat Islam. Meskipun pembangunannya membutuhkan dana besar, negara tetap tidak memilih jalan berhutang (pinjam uang ribawi) kepada pihak ketiga/asing, sehingga martabat dan kedaulatan bangsa dan kaum muslim tetap terjaga. Wallahu a’lam bi ash-shawab.