Oleh :
Adella Febrina, Dewi Nurul A, Haifa Zahra, Riezfa Aldhia Rachmi, Mumu Ridwanullah
Pencemaran air bukan merupakan hal yang asing lagi bagi kita, kan? Pencemaran air merupakan masalah yang dihadapi banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Pencegahan terjadinya pencemaran air serta pengolahan zat pencemar menjadi tugas bagi kita untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan, baik pada lingkungan mau pun makhluk hidupnya sendiri. Untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup, bioteknologi lingkungan memanfaatkan mikroba dalam kegiatan pengolahan limbah (pemurnian kembali) serta untuk memperbaiki kualitas lingkungan dengan metode bioremediasi.
Salah satu zat pencemar air yaitu fenol dan turunannya, banyak digunakan di beberapa proses industri untuk produksi zat kimia seperti pestisida, bahan peledak, obat-obatan, tekstil, cat dan resin. Produksi fenol tidak hanya berasal dari manusia, namun proses dekomposisi kayu dan daun juga menghasilkan fenol. Sehingga material ini dapat ditemukan juga di tanah dan sedimen dan menjadi kontaminan utama di air tanah dan air limbah. Fenol merupakan senyawa yang sangat beracun, sulit didegradasi, dan menyebabkan rasa dan bau pada air dengan konsentrasi 0.002mg/L. Senyawa 4-klorofenol sebagai salah satu turunannya, mudah untuk larut dalam air sehingga ditemukan melimpah dalam air limbah.
Baca Juga:Hankam Menjaga Kedaulatan Negara Bukan Menjaga Kepentingan Penguasa“Wisata Bencana” Dibalik Covid -19 pada Era New Normal
Contoh kasus pencemaran fenol di Indonesia yaitu di Laut Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Diperkirakan bahan polutan fenol di Perairan Laut Wakatobi berasal dari tumpahan minyak, penyalahgunaan senyawa bahan-bahan pestisida dan penggunaan bahan-bahan yang mengandung fenol di badan perairan laut. Terhitung hasil pengukuran senyawa fenol di Laut Wangi-wangi menunjukkan konsentrasinya telah melampaui baku mutu kualitas air berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Karena tingginya toksisitas dan sifat patogen fenol, banyak ilmuwan yang melakukan penelitian untuk mencari metode yang tetap dalam menghilangkan zat pencermar ini.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Atena Alirezaei Dizicheh dan tim pada tahun 2018, proses pemecahan fenol/klorofenol dan mineralisasi dilakukan dengan berbagai mikrorganisme dalam kultur mikroba campuran melalui destabilisasi cincin aromatis fenol. Baik fenol maupun klorofenol yang telah terbuka/tidak stabil cincin aromatisnya, akan dapat dimanfaatkan mikroba sebagai sumber karbon melalui siklus krebs. Proses inilah yang dimanfaatkan dalam menurunkan senyawa fenol/klorofenol yang mencemari lingkungan dengan bantuan mikroba.