Kebutuhan hidup yang amat tinggi dan berbagai kewajiban yang mesti dibayar rakyat inilah yang kemudian memunculkan upaya untuk menyimpan sejumlah dana untuk berjaga-jaga. Kapitalisme menangkap celah ini sebagai manfaat dengan memunculkan muamalah perbankan dan asuransi. Yang pada praktiknya uang yang terkumpul tak benar-benar disimpan dalam suatu tempat yang aman dan tergembok.
Uang tabungan itu berkeliaran dalam berbagai pembiayaan investasi dengan pihak perbankan sebagai walinya. Disinilah keharamannya, mengapa pihak bank berubah status dari sekedar penjaga uang simpanan menjadi pemilik dana dan berakod investasi?
Islam telah menyediakan berbagai sarana agar rakyat berdaya dan uangnya “tumbuh” lebih bernilai, yaitu dengan syirkah non riba, sedekah, infak, zakat, waqaf dan berbagai muamalah yang diatur syariat. Islam juga akan mendorong ketakwaan individu rakyat untuk lebih mengedepankan investasi akhirat. Yaitu tidak melakukan keharaman. Selebihnya masalah pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan , pendidikan dan keamanan ada dalam jaminan negara.
Baca Juga:Masyarakat Makin Liar Buang Sampah(E-Paper) Pasundan 14 Desember 2020
Corona yang belum kunjung reda sejak Maret 2020, telah membuat kaki perekonomian kapitalisme makin rapuh untuk melangkah. Selama ini sektor perbankan dengan pembiayaannya yang berbasis riba sebagai asupan bergizi berbagai usaha perorangan maupun proyek besar kini berubah menjadi lembaga penanggung kredit dan bahkan ditinggalkan investor regional maupun internasional.
Jelas, kebijakan tambal sulam ini tak akan setitikpun berubah menjadi garis yang menuju pada terwujudnya kesejahteraan rakyat. Label syariatpun hanyalah lip servis penguasa, sebab nafasnya tetap kapitalisme. Tetap apa yang didefinisikan syariah dalam Islam dipelintir sedemikian rupa agar nampak lebih ” ramah”. Islam yang terbuka dengan kemajuan zaman, padahal hingga kiamat, tak akan mungkin syariah akan bercampur dengan hukum kufur.
Jika hanya sekedar pelabelan syariah, jelas mergerpun hanyalah kedok kapitalisme membidik mayoritas Muslim yang ingin perubahan. Namun perubahan semulah yang akan diterima, sebab selama aspek ekonominya masih kapitalisme, Indonesia tak akan bisa berbuat banyak,selain terus menerus berada dalam ketiak dikte world bank dan IMF .
Dalam keterpurukan ini tak ada jalan lain yaitu kembali dalam pengaturan Islam secara menyeluruh, bukan sekedar mengambil istilah syariahnya saja, sebab itu hanya permukaan. Dan perekonomian syariah juga bukan hanya perbankan. Namun menyangkut faktor ekonomi yang lainnya yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Apakah seluruh rakyat mudah mengaksesnya baik negaralah penjaminnya. Wallahu a’ lam bish showab.