Ibarat pepatah, habis manis sepah dibuang, sesudah tak berguna, tidak dipedulikan lagi. Rakyat sebatas dijadikan korban ambisi politik demi meraih kekuasaan selama lima tahun ke depan. Menyedihkan bukan?
Itulah jika manusia sudah dikuasai hawa nafsu, diperdaya oleh harta dan diperbudak syahwat kekuasaan. Semua itu bermula dari kecintaannya pada dunia. Padahal meski seluruh isi dunia ini menjadi milik kita, tidak akan ada artinya di hadapan Allah Swt.
Rasulullah saw. bersabda:
“Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula semua yang ada di dalamnya, kecuali mereka yang senantiasa mengingat Allah Swt.” (HR. Ibnu Majah dan ad-Darimi).
Baca Juga:Tahun Depan, Pembelian Pupuk Dibatasi 225 Kg per Hektare(E-Paper) Pasundan 16 Desember 2020
Nyatanya, kondisi ini tak bisa dilepaskan dari sistem yang diterapkan atas nama demokrasi kapitalisme sebagai akar semua masalah. Sistem yang sudah melahirkan pemimpin-pemimpin yang abai terhadap kepentingan rakyat dan menguntungkan segelintir orang. Prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanya sebatas slogan.
Karena itu, teramat penting bagi masyarakat, untuk menyadari kerusakan sistem demokrasi. Terlebih sistem ini sudah nyata-nyata menjauhkan dari aturan Allah dan mengesampingkan peran Allah Swt. dalam mengatur kehidupan. Hanya demi kekuasaan, apapun dilakukan. Tak ada lagi rasa malu, bersalah atau berdosa.
Berbeda halnya dengan aturan yang berasal dari Islam. Manusia diperintahkan untuk tunduk dengan aturan Allah, bukan pada manfaat dan hawa nafsu, termasuk dalam proses pemilihan pemimpin. Islam memiliki mekanisme yang khas dan terbukti keunggulannya dari masa ke masa. Tidak ada pemborosan dana sebagaimana halnya dalam demokrasi. Apalagi membuka celah keburukan seperti terjadinya politik uang, suap-menyuap, korupsi, kolusi ataupun nepotisme.
Sistem politik Islam tidak akan memakan biaya yang mahal atau disibukkan oleh Pilkada rutin yang menguras energi dan tentunya diproses dengam mudah dan sederhana. Kepala daerah dalam Islam, dipilih langsung oleh kepala negara yang bisa dilakukan kapan saja, termasuk pemberhentian jabatannya. Pemilihannya bukan berdasarkan karena kepentingan pribadi, namun benar-benar sesuai dengan kelayakannya menurut standar syari’at.
Jika menginginkan datangnya kebaikan, sudah saatnya masyarakat menghilangkan segala keburukan dan kejahatan dalam sistem demokrasi yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai Ilahi, dengan mewujudkan kehidupan yang penuh iman dan takwa. Sebagaimana Allah Swt telah menjanjikanya dalam surat Al A’raf ayat 96 : saat pemimpin menerapkn aturan Allah dan berhukum dengan hukumNya, maka rakyat yang menjadi riayahnya akan dilimpahkan keberkahan.