“Duit APBD teu mahi kaditu-kadieu. Modal ngan mahi sacangkewok, ari sawah 100 bata” begitu Kang Jimat pernah mengibaratkan. Tapi nyatanya bisa bangun jalan baru yang panjang itu. “Rejeki mah ti mana weh, aya pengusaha nu bageur, daek nyumbang keur bangun jalan 10 kilometer” dengan semringah Kang Jimat pernah menyampaikan adanya perusahaan yang memberikan dana CSR.
Nyatanya Jimat-Akur memilih membangun jalan-jalan baru itu. Berhasil menaklukkan PTPN, RNI dan Perhutani yang lahannya membentang luas di Subang. Padahal dulu susah banget menaklukkan mereka. Sepertiga dari total area perkebunan teh milik PTPN VIII di Jabar, ada di Subang. Kebun teh area Ciater saja mencapai 3.166 Ha. Belum lagi kebun karet Jalupang dan Wangunreja sekitar 5.700 Ha dan kebun tebu milik PT RNI sekitar 5.380 Ha. Kini sudah banyak yang ditebang. Dibangun wisata, rumah makan, kantor kecamatan, pasar dan sisanya yang tidak ditanam lagi digarap masyarakat.
Sudah cukup puas dengan pencapaian itu? Berdasarkan riset via medsos, mereka tidak terlalu puas. Maklum anak muda. Taman kota masih begitu-begitu saja. Itu juga peninggalan Ojang-Imas. Entah nanti di tahun 2021, sebab akan dibangun 10 gedung baru dan rehab untuk venue olahraga menyambut Porprov 2022. Karena Subang jadi tuan rumah.
Baca Juga:Ngeri, Angka Positif Covid-19 di Subang Hampir Seribu OrangCek Persiapan Pengamaman Perayaan Nataru, Kapolda: Lancar dan Kondusif
Terkait tata kota, Jimat-Akur terlihat masih setengah hati. Mungkin bingung dengan kepemilikan lahan. Sehingga direncanakan pindah ke kawasan bekas kebun tebu di Purwadadi. Kajiannya pun sudah ada. Jika pindah, akan mendekati arena kota baru: Kawasan industri Cipeundeuy yang dibangun Surya Cipta. Otomatis udara lebih panas tapi lebih terencana. Entahlah.
Terkadang yang sederhana dan fokus, itu yang bagus. Tidak mungkin semuanya bagus. Apalagi APBD-nya kecil. Coba ingat-ingat, modal apa Kang Emil-Ridwan Kamil- jadi Gubernur Jabar? Menurut saya sih karena modal internet (medsos). Medsos yang mem-viralkan taman-taman indah di Kota Bandung bikinan Kang Emil. Lalu modal aplikasi untuk pelayanan public. Modal berita yang gak henti-henti. Padahal kemiskinan di Kota Bandung cukup tinggi. Salah tidak? Nyatanya secara politik elektabilitasnya tinggi. Partai banyak yang menyerah, datang melamar.