Begitulah wajah suram demokrasi kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Pelayanan kesehatan dan jaminan sosial yang harusnya ditanggung negara, di tangan kapitalis jaminan itu beralih fungsi menjadi jerat utang. Berbanding terbalik saat syariat Islam diterapkan di tengah umat. Negara Islam akan memperhatikan hak dasar umat secara maksimal. Mudah dan murah, bahkan gratis.
Kepala negara dalam sistem ini memiliki mekanisme mengurusi urusan umat dengan mengerahkan potensi yang dimiliki termasuk mengelola SDM dan SDA. Negara akan berupaya menutup ruang intervensi yang akan menzalimi rakyat. Rakyat tidak akan dibiarkan mencari solusi sendiri atas masalah yang menimpa, jika itu berkaitan dengan tugas negara. Sebab, negara adalah pelayan umat yang wajib memberikan ketenangan serta kenyamanan.
“Al-Imam (Pemimpin) adalah raa’in (pengurus). Ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)
Baca Juga:Sulitnya Mewujudkan Pemimpin Amanah dalam Sistem DemokrasiKabid Meninggal, Ruang Kerja Disdik Tutup
BPJS sebagai asuransi sosial tidak akan ada dalam institusi Islam. Keberadaannya bertentangan dengan syariat. Maka badan serupa yang berdiri di era demokrasi saat ini akan dihapuskan. Termasuk praktik ribawi bernuansa investasi dan kerjasama.
Utang negara yang menggunung akibat sistem yang rusak telah menyebabkan masyarakat terbelit persoalan tiada henti. Jangan salahkan rakyat hingga harus mengerahkan kejaksaan mengeksekusi jika pangkal masalahnya ada di tangan rezim dan sistem.
Bagi pemerintahan Islam, cukuplah hukum Allah untuk menjalankan roda negara. Aturan manusia telah terbukti gagal mewujudkan kesejahteraan karena kedaulatan memerintah terletak di tangan manusia, bukan syara’ (Allah Swt. dan Rasul-Nya). Padahal Allah telah mempertanyakan dalam Firman-Nya:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Dan siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi kaum yang meyakini (agamanya)?”
(QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 50)