Oleh: Nira Syamil
Praktisi Pendidikan
KPK telah menetapkan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan Corona. KPK menyebut total uang yang diduga diterima Juliari Batubara sebesar Rp 17 miliar.( detik.com, 06 Des 2020).
Ketua KPK Firli Bahru menyatakan Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan hukuman mati jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun Institute for Criminal Justice (ICJR) menentang keras pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri terhadap hukuman mati yang patut diberikan kepada Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. (www.merdeka.com )
Juliari menjadi menteri keempat yang tersandung kasus dugaan korupsi terhitung sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi (2014-2019). Dua orang lainnya yakni eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi serta eks Menteri Sosial Idrus Marham, merupakan menteri Jokowi di Kabinet Kerja, yakni pada periode 2014-2019. Di periode kedua (2019-2024), menteri Jokowi yang terjerat yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Penangkapan Edhy tak berselang lama dari kasus yang menjerat Juliari.
Baca Juga:Umat Kristen Berharap Perayaan Natal AmanDapat Hadiah Mobil, Mulyadi: Saya Sempat Tak Bisa Tidur
Dalam fakta korupsi di dalam pemerintahan ini setidaknya kita menemukan dua hal yang menarik untuk dibahas, pertama; suasana politik demokrasi dengan manuver untuk menaikkan dukungan suara rakyat. Kedua; terus berulangnya kasus kriminal korupsi.
Kepentingan partai dalam menjaga popularitasnya di mata rakyat tidak hanya berdampak pada upaya menaikkan citra menjelang masa pemilihan, namun juga menghadirkan suasana saling sikut dan tackle antar partai. Setidaknya hal ini terlihat pada kasus korupsi yang melibatkan para menteri kabinet. Popularitas partai asal koruptor secara langsung akan merosot akibat perbuatan kadernya. Persaingan partai meraih dukungan masyarakat menampakkan dengan jelas betapa politik dalam demokrasi penuh intrik. Tak jarang upaya ini bukan hanya dengan menaikkan citra positif dirinya namun juga dengan menjatuhkan lawan politik.
Dari aspek hukum jelas bahwa tidak pernah dijatuhkannya hukuman mati kepada koruptor membawa dampak signifikan pada munculnya kasus-kasus korupsi yang terus meningkat setiap tahun. Data pada laporan KPK menunjukkan penyelidikan pada tahun 2016 terdapat 96 kasus , pada tahun 2017 terdapat 123 kasus, dan 186 kasus pada tahun 2018 . Meningkatnya jumlah kasus ini mengisyaratkan bahwa hukuman yang diberikan pada pelaku korupsi tidak menjerakan para pelaku dan “calon” pelaku.