Makin merebaknya kasus korupsi mendorong masyarakat berpikir tentang hukuman yang bisa menjerakan koruptor, di antaranya hukuman mati. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong majelis hakim pengadilan tipikor menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada koruptor kakap, mulai kerja sosial, diumumkan bahkan hukuman mati. Usulan hukuman mati bagi koruptor sebenarnya telah disampaikan sejumlah lembaga dan aktivis antikorupsi termasuk Ulama Nahdlatul Ulama.
Pakar hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Jakarta Dr Edi Hasibuan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat para pelaku korupsi bantuan sosial pandemi Covid-19 dengan ancaman hukuman yang paling berat, termasuk hukuman mati. (Antara, Minggu 6/12).
Sementara peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menyebut hukuman mati terbukti tidak menimbulkan efek jera. Menurut Kurnia negara yang menerapkan hukuman mati meraih skor rendah dalam indeks persepsi korupsinya. Contoh yang dia sebut adalah Cina dan Iran, yang peringkatnya bahkan berada di bawah Indonesia.(BBC Indonesia 8/12/2020). Masih menurut Kurnia, opsi yang lebih baik adalah pidana penjara dan perampasan aset pelaku. Sayangnya, dua jenis hukuman ini tidak diterapkan secara maksimal.
Baca Juga:Umat Kristen Berharap Perayaan Natal AmanDapat Hadiah Mobil, Mulyadi: Saya Sempat Tak Bisa Tidur
Sejalan dengan peneliti ICW itu ICJR sangat menentang keras rencana pemerintah untuk menjatuhkan hukuman mati sebagai solusi pemberantasan korupsi terlebih pada masa pandemi ini. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu merekomendasikan langkah pemerintah untuk fokus pada visi pemberantasan korupsi dengan memperbaiki sistem pengawasan pada kerja-kerja pemerintahan khususnya dalam penyaluran dana bansos dan kebijakan penanganan pandemi lainnya. Menurut Erasmus berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2019, negara-negara yang menduduki peringkat puncak atas keberhasilannya menekan angka korupsi terbukti tidak memberlakukan pidana mati sebagai pemidanaan bagi tindak pidana korupsi seperti Denmark, Selandia Baru, dan Finlandia.
Perdebatan tentang kelayakan hukuman mati bagi koruptor tidak akan berujung mengingat masing masing pihak yang berdebat memiliki sudut pandang yang berbeda. Namun kita patut kembali kepada sang Pembuat Hukum yakni Allah swt, sebab kepada hukum-Nyalah selayaknya setiap muslim kembali. Hal ini sekaligus menyadarkan kita bahwa pelaksanaan hukum bagi koruptor yang merugikan rakyat dan negara membutuhkan institusi penegakan hukum yakni negara. Dalam hal ini tentu negara yang secara utuh menerapkan hukum Islam.