Oleh : Vitriastuti S.Si.
Beberapa hari yang lalu menteri keuangan Sri Mulyani menjadi salah satu pembicara dalam Webinar Internasional. Beliau secara terbuka mengungkapkan betapa repotnya menjadi seorang perempuan, karena terkadang tidak mendapatkan perlakukan yang sama dengan kaum laki-laki.
“Di dunia, enggak cuma di Indonesia memang cenderung meletakkan perempuan di dalam posisi apakah itu dari sisi norma nilai-nilai kebiasaan budaya, agama sering mendudukan perempuan itu di dalam posisi yang tidak selalu jelas,” kata Sri Mulyani.
“Kalau dia (perempuan) untuk keluarga yang pas-pasan yang didahulukan anak laki. Itu kemudian kalau dia sekolah yang diberi prioritas laki-laki dulu nanti kalau keluarganya ekonominya terbatas yang harus sekolah terus harus laki-laki,” sambung Sri Mulyani (Kompas.com).
Baca Juga:Kkn Tematik UPI Mengenai Edukasi Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Institusi Pendidikan Melalui Media SosialDana Abadi Diburu, Kepentingan Rakyat Seketika Fana
Persoalan perempuan seolah tak kunjung usai, semakin hari kedudukan perempuan semakin tidak jelas. Anak perempuan masih mendapatkan diskriminasi dalam hal kesehatan dan pendidikan. Padahal sudah banyak upaya yang disuguhkan oleh berbagai macam pihak termasuk oleh feminism, pegiat gender dan demokrasi.
Dalam demokrasi problem perempuan diselesaikan dengan memperbaiki aturan agar lebih mendorong kebebasan. Namun semua itu tak kunjung memberikan jurus jitu dalam menghadapi setiap permasalahn perempuan, hal tersebut malah membuat masalah baru.
Penguasa dalam sistem kapitalisme melalaikan kepentingan rakyatnya, sehingga rakyat menjadi terabaikan. Mereka membiarkan rakyat memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. Banyak pembukaan lowongan pekerjaan untuk kaum perempuan, perempuan dijadikan tumbal dengan iming-iming pekerjaan.
Sehingga banyak perempuan yang melalaikan kewajiban dan tangungjawab utamanya. Maka hal tersebut menimbulkan masalah keluarga seperti perselingkuhan, perceraian, meningkatnya angka kenakalan anak dan remaja, kemiskinan dan seterusnya.
Inilah kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin perlindungan kepada perempuan. Ironisnya negeri ini memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah ruah namun karena sistem ekonomi meniscayakan kebebasan kepemilikan. Sumber daya alam ini dihadiahkan kepada asing sehingga membuat rakyat menjadi nestapa.
Selain itu kebijakan dalam mengimpor tenaga asing pun membuat para pencari nafkah kehilangan pekerjaan mereka sehingga istri dan anak-anaknya terabaikan. Ditambah dalam sistem ini terjadi sekulerisme, sehingga halal haram diabaikan dan membuat mereka sewenang -wegang dalam mengurus rakyatnya. Lantas setelah semua kegagalan ini, maka mereka akan mencari kambing hitam untuk menutupi semua ini.