KARAWANG-Ratusan warga Citaman Desa Tamansari melakukan aksi menutup akses jalan. Akibatnya, jalur menuju Kecamatan Tegalwaru sempat mengalami kemacetan total.
Aksi memblokir jalan itu dilakukan warga untuk mendapat ganti rugi yang layak dari pemerintah akibat dari rencana pembangunan jalan Tol Japek II sisi selatan.
Dalam aksinya, warga berdiri ditengah jalan dan membentangkan spanduk yang meminta ganti rugi layak dan adil pada pemerintah pusat.
Baca Juga:Tragedi Cirata, Jenazah Lima Korban Tenggelam DitemukanPLN Jalankan Perpanjangan Stimulus COVID-19 Hingga Maret 2021
Aksi itu akhirnya bisa berakhir, ketika Ketua DPRD Karawang, Pendi Anwar yang sedang menuju arah Tegalwaru ikut terdampak macet akibat warga memblokir jalan, berjanji bakal melakukan hearing atau dengar pendapat dengan memanggil instansi terkait. “Kami siapkan waktu untuk hearing warga dengan instansi terkait. Tapi kami mohon agar aksi blokir jalannya dihentikan,” ujar Pendi di hadapan warga, Sabtu (2/1)
Untuk hearingnya, lanjut Pendi, bakal dilakukan hari Senin atau Selasa depan. “Sudah dijadwalkan, kalau tidak Senin, ya Selasa,” katanya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Masyarakat Citaman Bersatu, Didin M Muchtar mengatakan, aksi menutup jalan ini merupakan respon dari warga karena harga lahan yang ditawar oleh pemerintah sangat murah sebesar Rp 600 ribu. Padahal warga membeli lahan itu satu meternya mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. “Sekarang oleh kantor jasa penilai publik yang ditugaskan oleh Kemen PU menyatakan ganti rugi hanya Rp 600 ribu,” ujarnya.
Menurut Didin, pihaknya sebagai warga terdampak merasa tidak dilibatkan dalam hal penetapan harga ganti kerugian tanah dan bangunan yang di tawarkan sangat jauh dengan harga pasaran disini.
“Kami sepakat menolak dengan Ganti Kerugian yang ditawarkan karena tidak sesuai dan disetarakan dengan daerah yang bukan pemukiman seperti kebun dan hutan, kami sudah sampaikan (surat) juga ke Bagian/Lembaga/Intansi terkait dan sampai saat ini tidak ada jawaban yang pasti,” katanya.
Namun begitu, lanjutnya, tidak ada respon positif dari lembaga yang sudah disurati dan terkesan melakukan pembiaran.
“Kami menduga ada ketidak adilan dalam menilai/mentaksir harga karena di samakan dengan daerah non pemukiman sementara kami 85 persen pemukiman padat penduduk, hal ini menjadi dasar penolakan atas Ganti Kerugian tersebut,” jelasnya.