Oleh : Ummu Fauzi
Anggota Komunitas Penulis Mustanir
Menurut sejarah singkatnya Hari Hak Asasi Manusia pertama kali diperingati pada tanggal 10 Desember 1948 oleh PBB yang bertujuan melindungi hak-hak manusia di muka bumi ini. Selanjutnya setiap tanggal tersebut diperingati oleh seluruh dunia sebagai hari Hak Asasi Manusia. Tak ketinggalan di Indonesia HAM mendapat pengakuan didalam sejumlah Peraturan UUD 1945 dan TAP MPR, dan direalisasikan dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM) agar masyarakat dapat memberikan pengaduan apabila ada hak-haknya yang dilanggar. Tahun ini, 10 Desember 2020 HAM diperingati dengan memberikan penghargaan kepada Kabupaten Kota Peduli (KKP) HAM, salah satunya yang mendapat penghargaan tersebut adalah Kabupaten Bandung.
Seperti yang dikatakan oleh Dicky Anugrah Kabag Hukum Kabupaten Bandung, Usai menerima penghargaan dalam acara penyerahan sertifikat Kabupaten Kota Peduli dan Cukup Peduli HAM dan Unit Pelayanan Teknisi (UPT) Berbasis HAM di Aula Kantor Wilayah Kemenkumham Jabar Bandung, Dia mengatakan Kemenkumham menilai kabupaten Bandung dinyatakan sebagai Peduli HAM dengan kriteria penilaiuan di tentukan pusat, yaitu penilaian terhadap hak-hak kesehatan, pendididkan, perempuan dan anak, kependudukan, pekerjaan dan hak lingkungan berkelanjutan. Senin (Dara.id.com 14/12/2020)
Sudah seharusnya pemerintah peduli dengan hak-hak warganya. Bukan sekedar itu hak mereka, mereka juga berhak mendapatkan kehidupan yang layak, kesejahteraan dan keamanan. Mereka juga berhak mengeluarkan pendapat dan menjalankan perintah agamanya sesuai dengan yang diyakininya.
Baca Juga:Menpan RB Dinilai Tidak Adil, AGPAII Tolak Rekrutmen CPNS dan PPPK Minus Guru AgamaMengejutkan! Australia Ubah Lagu Kebangsaan Mulai 1 Januari 2021
Tetapi faktanya semua masyarakat belum mendapatkan haknya secara penuh, masih banyak masyarakat yang terabaikan, mereka masih banyak yang menjerit ketika pelayanan kesehatan tidak berpihak padanya karena ketidakadaan biaya, banyaknya anak-anak usia sekolah yang masih berkeliaran di jalan hanya untuk mendapatkan sesuap nasi atau membantu orangtuanya untuk mendapatkan uang. Para ibu rumah tangga yang terpaksa harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sementara banyak para ayah yang menjadi pengangguran karena kena PHK. Ini membuktikan bahwa negara abai memenuhi hak warganya. Negara belum sepenuhnya peduli dengan rakyatnya.
Masalah perempuan hingga kini masih belum selesai. Berbagai upaya dari pihak penggiat gender, feminisme dan aturan sekuler demokrasi yang justru banyak menimbulkan masalah baru. Maraknya LGBT dan perzinaan dibiarkan dengan alasan Hak asasi manusia. Penilaian HAM hanya ditinjau dari permukaannya saja, tidak melihat lebih dalam bagaimana sebagian masyarakat begitu susahnya hanya untuk bertahan hidup, apalagi di masa pandemi ini negara gagal melindungi hak-hak warga negaranya. Lebih parah lagi negara justru merenggut hak-hak mereka.