Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor komoditas pertanian sepanjang triwulan I 2020 mencapai US$ 910 juta, adapun komoditas ekspor pertanian terbesar adalah kopi dengan nilai ekspor sebesar US$ 200.653,60ribu. Komoditas pertanian terbesar kedua adalah tanaman obat, aromatik, dan rempah. Sementara buah-buahan tahunan menjadi komoditas terbesar ketiga dengan nilai ekspor sebesar US$ 140.228,90ribu.(katadata,2/11/2020)
Anehnya, satu sisi ekspor dan satu sisi lain impor. Yang diimpor justru bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Mengapa pemerintah tidak memprioritaskan stok pangan dengan memberdayakan potensi pertanian di negeri ini. Pemerintah lebih memilih cara instan untuk memasok pangan yaitu kebijakan impor.
Fakta yang terjadi menjadi bukti bahwa cengkraman kapitalisme dan keterikatan Indonesia dalam perjanjian internasional seperti WTO menjadikannya tidak mandiri, selalu bergantung pada pangan luar negeri.
Meneladani politik Agraria Nabi Saw. Pangan adalah masalah krusial karena, negara tidak boleh bergantung pada negara lain. Negara harusnya memberi subsidi besar bagi para petani agar mereka dapat memproduksi pangan, biaya produksi ringan dan keuntungan bisa besar. Bahasan tentang pangan pasti berkaitan erat dengan lahan pertanian, alat produksi, dan petani itu sendiri, petani tanpa tanah, maka kehidupan petani akan tenggelam.
Faktanya bisa kita lihat hari ini betapa banyak lahan – lahan kosong bertuan, tapi tidak dikelola. Sementara banyak diantara petani justru tidak memiliki lahan akibat penggusuran proyek besar negara.
Politik pangan di sistem Islam, ketergantungan pangan negara terhadap negara lain akan mengakibatkan negara mudah dijajah dan dikuasai. Jika negara mau menerapkan sistem Islam diantara kebijakan yang akan diambil, pertama hentikan impor, berdayakan sektor pertanian, sejak menjamurnya sektor industri pertanian seolah dipandang sebelah mata. Lahan pertanian kian digusur karena disulap menjadi bisnis real estate dan profesi petani pun kian langka seiring penggusuran lahan sawah milik petani.
Akibatnya, Indonesia banyak kehilangan lahan pertanian yang sejatinya sangat cukup mewujudkan swasembada pangan. Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007). Yang didasarkan pada hasil pemetaan sumberdaya lahan tingkat tinjau, dari total daratan Indonesia seluas 188,2 juta ha, lahan berpotensi atau sesuai untuk pertanian seluas 94juta ha, yaitu 25,4juta ha, untuk pertanian lahan basah (sawah) dan 68,6 juta ha untuk lahan kering.