Oleh: Kang Marbawi
Raden Mas Jemblung, adalah “pareban” atau nama julukan yang diberikan oleh Kanjeng Pangeran Harjo Soerjaningrat kepada putra ke limanya, Raden Mas Soerwardi Soerjaningrat. Pareban tersebut diberikan karena ketika lahir, Soewardi sangat kecil dan perutnya buncit.
Pareban untuk Soewardi tidak hanya “Jemblung”. Soewardi juga mendapatkan pareban dari guru ayahnya KH Soleman dengan pareban “Trunogati”. Lengkaplah pareban Raden Mas Jemblung Trunogati, julukan Raden Mas Soewardi Soerjaningrat ketika kecil. Bahkan ketika kecil, Soewardi tak tahu nama aslinya.
Raden Mas Jemblung Trunogati tumbuh menjadi pemuda yang pandai dan memiliki kahalusan budi serta jiwa merdeka untuk melawan penjajah Belanda darah perlawanan penjajah Belanda. Sepanjang kiprahnya, cita-cita kemerdekaan menjadi darah,nafas dan jiwa R.M. Jemblung Trunogati. Hingga pada tahun 1922 M R.M. Jemblung Trunogati mendirikan Taman Siswa. Sekaligus mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantoro. Soal sejarah nama Ki Hadjar Dewantoro, semoga bisa diceritakan nanti.
Baca Juga:Biadab! Pensiunan ASN Cabuli 6 Anak di Kebun Jagung, Begini ModusnyaKorban Tenggelam di Situ Ciwideng Akhirnya Ditemukan, Ini Lokasinya
Taman siswa didirikan untuk memerdekaan Bangsa Indonesia dari penjajahan Belanada melalui jalur Pendidikan. Jelas jiwa kemerdekaan dan memerdekaan menjadi nafas dan ruh utama dari Taman Siswa. Inilah Revolusi Pendidikan Formal pertama di Indonesia sebagai bagian dari anti tesa terhadap sistem pendidikan penjajah yang mengutamakan intelektualistis, individualistis, dan materialistis.
Oleh karena itu Revolusi Pendidikan Ki Hadjar dituangkan dalam Protokol 1922 yang berisi azas-azas Pendidikan Taman Siswa. Dengan semboyan “Lawan Sastra Ngesti Mulya” R.M. Jemblung Trunogati memerdekakan pendidikan. semboyan “Lawan Sastra Ngesti Mulya” berarti “Dengan Kecerdasan Jiwa Menuju Kesejahteraan”.
Landasan memerdekaan ini terdapat dalam Protokol 1922 pasal II:
“Yang dimaksud dengan kemerdekaan adalah pada bagaimana cara anak berpikir. Bukan dengan cara disuruh, atau mengakui buah pikira orang lain, namun agar anak-anak mencari sendiri dengan buah pikirannya. Demikian juga cara anak mengembangkan buah kesadaran atau sikap batinnya, memeliharan keinsyafannya, dan cara merasakan hendaknya juga tidak disuruh atau dipaksa namun agar diberi ruang yang secukupnya bagi mereka untuk melakukannya sendiri, membangun kesadaranya sendiri. Maka, agar anak-anak sungguh merdeka lahir dan batin, caranya adalah merdekakanlah batinnya, pikirannya, dan tenaganya dengan cara lah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah jasmani”.