BANDUNG-Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung menyebut, gempa Sesar Lembang bisa memicu aktivitas Gunung Tangkuban Parahu.
Sebaliknya, erupsi Gunung Tangkuban Parahu tidak berpengaruh pada kemungkinan peningkatan aktivitas Sesar Lembang.
“Tektonik mempengaruhi aktivitas vulkanik, itu bisa. Tapi aktivitas vulkanik tidak bisa mempengaruhi tektonik, mungkin seperti itu,” terang Kepala Seksi Data dan Informasi (Datin) BMKG Bandung, Rasmid, Kamis (28/1).
Baca Juga:Inovasi Baru! Melalui tiket TO DO Lebih Mudah, Anda Bisa Apa SajaTernak Sapi Perah, Peluang Bisnis untuk Kaum Milenial
Misalnya, kata dia, Sesar Lembang memiliki kedalaman sekitar 7-9 kilometer sementara dapur magma Tangkuban Parahu jaraknya dekat, maka hal itu bisa mengancam erupsi di Tangkuban Parahu. “Misalnya dekat, itu bisa saja. Tapi yang jelas, aktivitas gunung berapi Tangkuban Parahu tidak bisa mempengaruhi Sesar Lembang,” bebernya.
Sebagai salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi masyarakat, para pengelola objek wisata di kawasan Lembang seperti Gunung Tangkuban Parahu serta yang lainnya diimbau menyediakan fasilitas mitigasi bencana. Hal itu untuk memberikan rasa aman kepada para pengunjung.
“Penggiat pariwisata sebaiknya ikut membantu, kapan pun terjadi gempa bumi, mereka (pengelola) sudah siap dengan menyediakan fasilitas mitigasi. Misalnya dengan membuat titik kumpul, rambu-rambu evakuasi. Jadi ketika terjadi gempa, pengunjung sudah tahu harus kemana agar selamat,” tuturnya.
Bahkan, lanjut dia, sesekali pengelola objek wisata sebaiknya menggelar simulasi bencana agar semuanya siap jika sesuatu hal yang tak diinginkan itu terjadi. “Dengan begitu, justru pengunjung malah merasa lebih aman. Ketika ada apaapa, mereka bisa ikuti arahan ke tempat yang lebih aman,” katanya.
Sesar Lembang adalah patahan di dalam bumi yang melintang di utara cekungan Kota Bandung dan memiliki panjang sekitar 29 kilometer. Rasmid menjelaskan, sejak tahun 2012 hingga sekarang belum ada aktivitas gempa bumi dari Sesar Lembang yang tercatat seismograf BMKG. “Periode 2010-2012 itu ada 14 kali gempabumi dengan magnitudo kecil, hanya 1,2 sampai 3,3. Paling besar dirasakan itu tahun 2011 di Kampung Muril, Desa Jambudipa, dan ada retakan di rumah warga. Setelah itu, dari 2012 sampai sekarang tidak ada aktivitas berdasarkan jaringan seismograf,” jelasnya.(eko/sep)