Oleh: Rianny Puspitasari
Pendidik
Generasi tangguh sangat penting bagi keberlangsungan sebuah negara, pun bagi peradaban. Generasi hebat akan meneruskan bangsa yang kuat, bahkan bisa membawa bangsa yang tadinya rapuh menjadi luar biasa. Namun sebaliknya, anak-anak bangsa juga lah yang bisa membuat jatuhnya peradaban ataupun memperpanjang keterjajahan. Ini menunjukkan bahwa, peran generasi sangatlah besar di dalam sebuah bangsa, negara dan peradaban.
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) Kemendikbud telah melakukan penyesuaian Kurikulum SMK dalam rangka program link and match. Program ini menitikberatkan pada hubungan erat sekolah vokasi dengan dunia usaha. Tujuan dari konsep ini adalah sinergisitas pendidikan dan dunia usaha untuk mengurangi jumlah pengangguran lulusan vokasi di Indonesia yang selalu naik setiap tahunnya.
Adapun lima aspek perubahan yang dibuat untuk memajukan pendidikan vokasi tersebut adalah: pertama, mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional, misalnya matematika menjadi matematika terapan. Kedua, magang atau kerja praktik industri paling sedikit satu semester atau lebih. Ketiga, terdapat mata pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama 3 semester. Keempat, SMK akan menyediakan mata pelajaran pilihan selama 3 semester, misalnya siswa jurusan teknik informatika dapat mengambil mata pelajaran pilihan marketing. Kelima, terdapat co-curricular wajib di tiap semester, misalnya membangun desa dan pengabdian masyarakat. (news.detik.com, 9/1/21)
Baca Juga:Viral! Kepala Desa Dicegat di Tengah Jalan Lantaran Bawa Istri OrangAkun Donald Trump Diblokir, Dewan Pengawas Minta Pendapat Publik
Sekilas, nampak tidak ada yang salah dengan perubahan yang dibuat untuk sekolah vokasi di atas. Namun, jika kita telisik lebih dalam, ada hal yang perlu dikritisi. Dari visi yang menyandingkan antara pendidikan dan dunia usaha menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sudah bergeser yang seharusnya untuk mencari ilmu yang bisa bermanfaat untuk dirinya serta kemajuan bangsanya, dipersempit hanya untuk mendapatkan materi (baca: pekerjaan/uang). Hal ini pun begitu kental dengan aroma kapitalisme, dimana dunia usaha dan korporasi seolah menjadi poros bahkan dalam dunia pendidikan. Generasi umat dibidik bukan hanya untuk dirusak cara berpikirnya agar berpikir ala kapitalis (yang penting dapat uang), namun juga tanpa disadari generasi kita diarahkan pada pemenuhan tenaga kerja korporasi, baik lokal maupun asing. Tentu ini tidak boleh dibiarkan, karena berarti akan menambah kelemahan dan ketidakmandirian umat.