Oleh : Yanyan Supiyanti, A.Md
Pegiat Literasi, Member AMK
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, tidak serta merta rakyatnya hidup sejahtera. Musibah demi musibah enggan pergi dari negeri ini. Apa gerangan yang terjadi?
Seperti dilansir oleh pikiranrakyattasikmalaya.com, 14/1/2021, dikarenakan hujan yang terus mengguyur membuat sebagian wilayah di Indonesia khususnya kawasan Rancaekek dan Jatinangor di Jawa Barat sering terdampak banjir ketika musim penghujan tiba.
Menurut pakar hidrologi dari Universitas Padjadjaran bernama Prof. Chay Asdak, penyebab dari seringnya banjir di kawasan Rancaekek dan Jatinangor, adalah adanya alih fungsi lahan secara masif, yang berada di kawasan Gunung Geulis, sebelah timur Jatinangor. Tanaman menyerupai hutan sekarang sudah berubah menjadi pemukiman. Juga banyaknya pengerukan pasir di lereng Gunung Geulis di sisi timurnya, yang dapat mengakibatkan meningkatnya run off aliran air ke permukaan yang lebih rendah. Dengan demikian, kawasan Jatinangor dan Rancaekek yang berada di bawah menjadi korban dimana gelontoran air dari gunung tersebut, karena telah mengalami kerusakan.
Baca Juga:Bersama Kita Perangi MirasMampukah Demokrasi Membendung Korupsi?
Juga karena tergerusnya lahan persawahan yang berubah menjadi kawasan pemukiman dan industri. Seharusnya kawasan persawahan menjadi area parkir air ketika hujan turun. Karena ketiadaan persawahan, maka air akan meluber ke wilayah yang ada di bawahnya.
Serta sarana drainase di bahu jalan yang tidak memadai. Dan adanya pendangkalan serta penyempitan sungai akibat sedimentasi serta erosi, lumpur serta sampah.
Pengelolaan kekayaan alam secara keliru dengan menyerahkan kekayaan alam negeri ini kepada asing dan swasta, menyebabkan alam menjadi rusak, akibatnya bencana menimpa manusia, seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Kesalahan pengelolaan alam negeri ini hal yang wajar, sebab ideologi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini melegalkan pengelolaan sumber daya alam oleh siapa saja yang memiliki modal dengan cara membuat undang-undang yang pro kapitalis.
Solusi dalam sistem kapitalisme tidak pernah tuntas dan tidak menyentuh akar permasalahan banjir. Di dalam kapitalisme yang hanya mengacu pada profit oriented, dimana hutan dan lahan dijadikan sebagai komoditas, bebas dimiliki dan dimanfaatkan oleh siapa saja dan demi kepentingan apa saja, sekalipun berakibat buruk bagi kelestarian hutan dan lahan serta keseimbangan alam dan lingkungan. Di sisi lain, adanya kongkalikong pada aspek birokrasi, seperti izin lingkungan dan analisis dampak lingkungan (amdal) begitu mudah dimanipulasi dan diperjualbelikan.