Oleh: Beta Yusnita Elparida
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, dengan tubuh dan jiwa yang sehat, manusia dapat menjalankan aktvitas sehari-hari dengan baik. Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, mengatakan kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Parumpu and Kusumawati, 2018). Pada pasal 3 Undang-Undang tersebut juga disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Deo Andika Putra S, 2017).
Di Indonesia, prevalensi penyakit infeksi masih cenderung tinggi dan menjadi masalah kesehatan (Nur and Erawati, 2020). Banyaknya penyakit infeksi juga menyebabkan tingginya kebutuhan dan penggunaan antibiotik di Indonesia. Antibiotik merupakan golongan obat keras yang pemberiannya harus menggunakan resep dokter yang fungsinya untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah resistensi antibiotik. Oleh karena itu pemberian antibiotik memerlukan pertimbangan klinis yang tepat dan memenuhi standar rasionalitas sehingga penggunaannya aman, tepat dan efektif (Ihsan and Akib, 2016). Namun sayangnya, masih banyak apotek yang menjual antibiotik kepada pasien tanpa menggunakan resep dokter, hal ini berarti antibiotik cenderung bebas diperjualbelikan di apotek tanpa memerlukan resep dokter (Ihsan and Akib, 2016).
Apotek merupakan tempat penjualan obat yang pada dasarnya membantu masyarakat dalam memfasitasi penyediaan obat guna penyembuhkan penyakit pasien. Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, dijelaskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (Mustika, Fajarini and Muldiyana, 2020). Standar pelayanan kefarmasian di apotek juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dimana standar pelayanan kefarmasian merupakan tolak ukur yang digunakan oleh tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Sudah tersedianya berbagai aturan dan pedoman mengenai standar pelayanan kefarmasian bukan berarti semua apotek telah melaksanakan setiap peraturan sebagaimana mestinya. Misalnya, masih banyak apotek yang menjual obat keras tanpa resep dokter salah satunya antibiotik.