Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 32
Lahir dan dibesarkan di kampung, bergaul dengan sanak saudara, tetangga, teman dan kerabat. Adalah kehidupan yang memberikan guratan dalam pembentukan karakter, sikap dan budaya. Namun tiba-tiba, kenangan yang terpatri tersebut, membuncah, pecah berkeping, karena sematan identitas yang tak lagi sama dengan sanak saudara, teman dan kerabat sekampung.
Ketika perbedaan keyakinan menjadi tembok baja tebal diantara sesama. Garis keturunan terputus dan kesamaan budaya terhenti. Seolah, manabalkan, inilah keyakinan yang benar dan yang lain salah. Ditambah dengan prasangka dan fanatisme kelompok serta individu. Menghancurkan ikatan-ikatan keluarga, kenangan bersama semasa kecil, kesamaan budaya bahkan kemanusiaan.Yang tak sama harus terusir! Enyah! Minggat! Dan tak pantas hidup berdampingan. Itulah perasaan pengungsi Syiah di Transita Sidoarjo yang telah terusir sejak 2012, dari tanah kelahirannya.
Tak beda dengan pengungsi Syiah di Transito Sidoarjo atau pengungsi Ahmadiyah di Lombok Utara, yang terusir dari tanah kelahiran. 723 ribu warga etnis Rohingnya terusir dari tanah tumpah darahnya di Myanmar. Terkatung-katung, terlantar di negeri orang. Hanya karena beda etnis dan agama. Padahal mereka adalah ras asli di Burma.
Baca Juga:Dua Oknum ASN Ditetapkan Tersangka, Tapi Masih Terima Gaji 50 PersenMasih Berperang Lawan Covid-19, Pemcam Pabuaran Ajak Warga Patuhi Prokes Pemcam
Orang Skotlandia, Francis Buchanan, mungkin diutus oleh pemerintah kolonial Inggris menuliskan laporan “Asiatic Research 5” yang terbit tahun 1799. Laporan Buchanan menyebutkan bahwa kaum Muhammedan -merujuk pengikut Nabi Muhammad atau Muslim, telah lama menetap di Arakan. Mereka menyebut diri sebagai Rooinga yang berarti masyarakat pribumi asli Arakan. Entah karena laporan Buchanan, Inggris melakukan kolonialisasi Burma 25 tahun kemudian, yaitu sejak tahun 1824 -1948.
Dua tahun setelah melakukan kolonisasi Burma (Myanmar), dan mungkin karena iseng atau dorongan hobby meneliti antropologi atau kepentingan kolonial, Inggris melakukan sensus di Burma tahun 1826, 1872, 1911 dan 1941. Hasil sensusnya menemukan bahwa, masyarakat Rohingya yang diidentifikasi sebagai Muslim Arakan adalah salah satu Ras Asli di Burma. Ya Rohingnya adalah identitas etno-linguistik yang berhulu ke Bangsa Indo-Arya di India dan Bangladesh. Bahasa Rohingya Myanmar pun masuk dalam rumpun dialek Indo-Arya, terdaftar dengan kode “rhg” dalam tabel ISO 639-3. Kode tersebut terdokumentasi di SIL (Summer Institute of Linguistics) Internasional -lembaga yang mempelajari, mengembangkan dan mendokumentasikan bahasa-bahasa di dunia.