Tapi aturan itu akan selalu kalah disepanjang sejarah Indonesia kepada kekuatan massa” kata Tajul. Erangan dari korban kemanusiaan yang telak menembus ulu hati penguasa.S
ila Ke dua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” seharusnya menjaga nilai kemanusiaan dan hak kemanusiaan orang-orang yang ada di pengungsian Transito Sidoarjo dan Lombok Utara atau korban kemanusiaan lainnya. Dan tak kalah oleh sekelompok massa.
Mereka terusir dari tanah kelahirannya karena beda keyakinan dan “dianggap” sesat. Terserah lah soal “sesat” atau “tidak sesat” atau penghakiman lainnya. Tapi Sila Ke dua dan pasal 29 UUD 1945 harusnya menjaga manusia-manusia Indonesia bisa bersikap adil dan beradab. Tidak menistakan manusia dan kemanusiaan! Hanya karena beda paham, dianggap sesat. Itu tak adil dan tak beradab!“
“Selamat datang malam”“
Titip berjuta rindu untuk mereka di kampung halaman”
Baca Juga:Dua Oknum ASN Ditetapkan Tersangka, Tapi Masih Terima Gaji 50 PersenMasih Berperang Lawan Covid-19, Pemcam Pabuaran Ajak Warga Patuhi Prokes Pemcam
“Aku disini, biarkan membeku karena duka”
“Sebab hari, terus beranjak menoreh luka”
Puisi Agus Suryadi berjudul “Puisi Berjuta Sepi” seolah mewakili kerinduan sekaligus duka dan luka, para pengungsi Syiah, Ahmadiyah, Rohingnya dan para pengungsi di seluruh dunia akan kampung halaman. Gumaman para pengungsi menyampaikan pesan kepada kita: keyakinan kita memang beda, tapi pandang dan hargai kami sebagai manusia. Kami bukan borok, luka bernanah, belatung atau hewan najis yang pantas untuk diusir atau dilenyapkan. Tuhan yang sama kita sembah pun masih menyayangi kami. Adakah secelah kasih sayang di hatimu? Mari kita renungkan. Salam Kang Marbawi