Oleh : Dra. Irianti Aminatun
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah melumpuhkan perekonomian rakyat. Berbagai upaya pemulihan ekonomi menjadi fokus dari sejumlah fihak. Mengingat ekonomi menjadi sumber penghidupan masyarakat.
Di Rancaekek misalnya, Camat Rancaekek bekerja sama dengan Anggota DPR Kabupaten Bandung dari Fraksi Parta Demokrat Yayat Sudayat berencana memanfaatkan lahan kosong di sekitar Gedung Serbaguna Kelurahan Rancaekek Kencana untuk digunakan sebagai tempat pengembangan usaha kuliner. (PORTAL BANDUNG TIMUR).
Demikian pun di wilayah lain, pemanfaatan lahan kosong ini sering dilakukan masyarakat untuk bercocok tanam atau kegiatan ekonomi lainnya.
Baca Juga:Wakaf Diminati, tapi Syariat Islam Dibuat AlergiModerasi Mendangkalkan Akidah Generasi
Namun tak jarang pemanfaatan lahan ini juga sering menimbulkan perselisihan di tengah masyarakat akibat tidak jelasnya mekanisme penggunaannya.
Oleh karena itu ada baiknya sebelum mengambil keputusan untuk memanfaatkan lahan kosong seyogyanya faham dulu bagaimana mekanisme pemanfaatan lahan kosong tersebut agar tidak menimbulkan masalah dibelakang hari dan hasilnya berkah.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki seperangkat aturan terkait dengan pemanfaatan lahan kosong. Tujuan utama pengaturan tanah dalam Islam adalah mendorong agar tanah yang ada dioptimalkan produktivitasnya secara berkelanjutan.
Di dalam hukum Islam, terdapat banyak regulasi yang berkaitan dengan upaya memproduktifkan lahan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, syariat Islam mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah-tanah mati untuk pertanian. Nabi saw bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Tirmidzi).
Hadits ini mendorong masyarakat mengelola lahan-lahan yang tidak produktif. Pada hadits yang diriwayatkan Imam an-Nasai . Nabi saw bersabda, “Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka ia akan memperoleh pahala darinya dan apa yang dimakan binatang (burung atau binatang liar) dari tanaman itu, maka menjadi sedekah baginya” (HR an-Nasai).
Secara implisit hadits ini juga mendorong masyarakat untuk melakukan penghijauan, yang tidak hanya akan memberikan manfaat ekonomi, sosial, ekologi tetapi juga aspek spiritual.
Baca Juga:Lahan Subur Pejabat Korup dalam Sistem KapitalisIslam Atasi Pandemi Hingga ke Akar
Kedua, Islam melarang tanah pertanian ditelantarkan lebih dari tiga tahun tanpa digarap. Jika ditelantarkan lebih dari tiga tahun, maka tanah tersebut akan disita oleh negara dan diberikan kepada mereka yang mau menggarapnya.