Seri Belajar Filsafat Pancasila ke 33
Memaknai Sila Kedua
“Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”
Bagian Kedelapan
Orang Itali ini – Niccolo Machiavelli, mungkin tidak pernah menyangka. Bukunya dijadikan tutorial tatacara menjalankan kekuasaan dan menjadi rujukan utama para diktator di seluruh dunia. Ya Il Principe menjadi bacaan wajib Napoleon Bonaparte -konon buku Machiavelli ini selalu ada di bawah bantalnya. Juga Adolf Hitler, Bennito Mussolini, Lenin dan Stalin. Mereka menganggap buku “Don” Machiavelli sebagai “kitab suci” dalam menjalankan kekuasaannya. Padahal buku ini dibuatnya untuk Sang Pangeran, Lorenzo “The Magnificent” putra Pierro Di Medici, penguasa di Italia pada masa Renaissance abad 14. Bukan untuk yang lain.
Machiavelli kemudian dianggap filsuf politik modern yang realistis. Machiavelli menulis banyak buku, diantaranya Discourse Upon The First Ten Books of Titus Livius, ada juga buku tentang strategi perang The Art of War, atau naskah drama berjudul La Magdragola. Tetapi yang paling berpengaruh dari bukunya adalah buku Il Principe, yang ditulis tahun 1513 M.
Kenapa buku diplomat Italia ini -yang mungkin suka membuat Pizza, begitu terkenal dan menjadi pegangan para diktator?
Buku yang ditulis dalam penjara tersebut, ternyata menghalalkan para penguasa untuk berbuat dzolim kepada siapapun tanpa pandang bulu. Mau kakek-nenek, sanak-saudara, sahabat mancing atau sahabat segala jenis dan rupa, rakyat, pejabat, orang kaya atau miskin, bahkan mertua dan orang tua pun tak peduli. Apalagi lawan. Selama mereka menjadi ancaman dan demi menegakkan ketertiban dan kekuasaan, sikat saja. Layaknya jamur beracun yang harus dibersihkan dan dilenyapkan. Tegak dan langgengnya kekuasaan menjadi tujuan utama. Hanya dengan cara menebar kelicikan, ketakutan dan kekejaman, maka kekuasaan akan langgeng.
Mau Bukti? Baca saja salah satu bab nya. Di bab 17 dari buku yang diterjemahkan menjadi “Sang Pangeran” atau “The Prince”, Machiavelli ini menulis: “menjalankan kekuasaan dengan menebar kekejaman, kecurangan, kelicikan dan kebohongan yang menyebabkan keteraturan dan kesetiaan serta kedamaian, menjadi utama”. Tak salah jika para pengikutnya -para diktator dunia, kemudian mengadopsi dan mereplikasi serta mendesiminasi dengan berbagai corak rupa baru kedzoliman kekuasaan.