Ketiga: dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang dan memasukkan dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian Bretton Woods—setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai substitusi mata uang pada awal dekade tujuh puluhan—telah menyebabkan dolar mendominasi perekonomian global.
Keempat: ketidaktahuan akan fakta kepemilikan. Negara tidak mampu mengatur atau membatasi kepemilikan sesuai dengan teori Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi, ditambah dengan globalisasi.
Semua faktor tersebut merupakan problem turunan yang lahir dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Maka sebetulnya, ancaman resesi akan senantiasa ada selama sistem tersebut ada. Keberadaan pandemi hanya sebagai pemicu yang membuat resesi ekonomi lebih cepat terjadi dan sulit terkendali.
Baca Juga:Pendangkalan Akidah Generasi Melalui ModerasiProduktivitas Lahan Kosong Dongkrak Ekonomi Rakyat
Satu realita yang menarik adalah ternyata banyaknya investasi tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Lihat saja, contohnya Jabar yang pada masa pandemi ini menerima investasi dalam jumlah yang sangat fantastis, namun tetap mengalami resesi.
Oleh karena itu, berbagai rencana pemulihan yang dibuat, selama masih menggunakan teori ekonomi kapitalisme, bisa diduga tidak akan pernah bisa memperbaiki keadaan, kecuali hanya menjadi obat yang meringankan rasa sakit untuk sementara waktu.
Sebagai seorang muslim, saatnya kita menyadari bahwa kapitalisme-sekular yang secara akidah dan fikih muamalah bertentangan dengan Islam, tidak layak untuk terus diterapkan. Selain tidak mampu memberi kesejahteraann, juga tidak akan ada keberkahan di dalamnya.
Dan sudah seharusnya kita memahami bahwa Islam mampu menjawab semua problem yang ada di dunia ini, termasuk problem resesi ekonomi. Lantas, seperti apa Islam mengatur agar tidak terjadi resesi?
Secara singkat, terdapat beberapa pilar ajaran Islam yang menutup celah munculnya resesi terutama yang bersumber dari sistem keuangan. Di antaranya:
Pertama, Islam mengharamkan transaksi riba. Aktivitas ini pada faktanya memunculkan kezaliman dalam masyarakat. Hal ini disebabkan pemberi pinjaman akan senantiasa memperoleh pendapatan secara pasti tanpa harus menanggung risiko. Sebaliknya, peminjam harus membayar bunga meskipun mengalami kerugian dari uang pinjamannya. Ini menunjukkan adanya hubungan yang tidak seimbang.