Oleh: Christina Ester M Hutabarat, M.Si
Alumni Pascasarjana ITB
Pendidik dan Founder Ruang Bergerak
(Hei pendek…. Hei Gendut….Hei kecil… Hei, Hei, Hei…..)
Pernah tidak menyadari bahwa sapaan-sapaan tersebut terkadang melukai dan memojokkan? Kedengarannya sederhana dan biasa, tapi sadar atau tidak sadar kita seringkali memakai kata-kata itu di dalam pergaulan kita sehari-hari. Kita pasti sangat familiar dengan kata bullying bukan? Sejatinya, bully adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris. Banyak dari kita yang mungkin saja tidak begitu mengerti apa terjemahan kata bullying dalam Bahasa Indonesia. Dalam KBBI, kata bullying digantikan dengan kata merisak atau merundung yang artinya menganggu dan mengusik terus-menerus. Seorang Guru Besar Emeretus UI, Anton M Moeliono, lebih mengusulkan memakai kata risak terkait kata yang lebih dekat dengan bullying. Berbeda lagi, menurut Wikipedia.org bullying lebih identik dengan penindasan, bisa berupa kekerasaan, ancaman, paksaan, atau sesuatu hal yang kesannya mengintimidasi orang lain.
Beberapa kasus yang cukup membuat masyarakat gerah ialah kasus bullying yang dilakukan anak-anak muda zaman sekarang yang dianggap sebagai hal biasa dalam bergaul. Ternyata hal itupun terjadi sudah terjadi selama berabad-abad lamanya. Menurut seorang Profesor Dan Olweus (1993) ada beberapa tindakan negatif yang digolongkan dalam bullying seperti mengatakan hal yang tidak menyenangkan dan memanggil seseorang dengan julukan yang buruk. Selain itu, mengabaikan dan mengucilkan seseorang dari suatu kelompok karena sebuah tujuan pun ternyata bagian dari bullying. Tidak hanya itu, Olweus menambahkan bahwa mengatakan kebohongan atau rumor yang tidak benar mengenai seseorang atau membuat orang lain tidak menyukai seseorang pun masuk dalam kategori bullying.
Kalau kita melihat pergaulan sekarang ini, ternyata bukan hanya anak-anak saja yang tersengat pengaruh buruk bullying ini melainkan anak muda bahkan orang dewasa juga. Buktinya sekarang begitu banyak fenomena bullying yang menjadi sorotan televisi ataupun internet. Bullying ini pun tidak hanya menjangkiti masyarakat biasa, ternyata tokoh publik pun tak lepas dari kasus bullying ini. Mengelitik sekali bukan? Pendidikan tinggi, status sosial tinggi, tokoh publik atau politik, kaum negarawan atau rohaniwan, anak muda, orangtua, orang desa ataupun kota, bahkan anak-anak menjadi sasaran yang bisa saja mereka menjadi korban ataupun pelaku bullying itu sendiri.